longkidjanggola
longkidjanggola

Jakarta, Aktual.com – Gubernur Sulawesi Tengah, Longky Djanggola, diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dengan mengalihkan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) Rp11,7 miliar menjadi dana hibah. Dana CSR tersebut kemudian juga dimasukkan dalam batang tubuh APBD Perubahan 2016.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Minggu (11/12), Ketua Front Pemuda Peduli Sulawesi Tengah Eko Arianto mengungkapkan, dana CSR dari PT Vale Tbk diterima pada awal tahun 2016. Tepatnya pada hari Kamis 14 Januari 2016.

Penandatanganan serah terima dilaksanakan diruang kerja Waguub (alm) Sudarto. Direktur PT Vale Nikolas D Karter saat itu menyatakan dana Rp 11,7 miliar adalah bagian dari program CSR atau tanggungjawab sosial perusahaan untuk membantu masyarakat Sulteng dan telah dicanangkan sejak tahun 2015.

Akan tetapi, berdasar pada MoU yang dilakukan oleh pemerintah propinsi Sulteng dengan PT Vale tbk tertanggal 14 januari 2016, telah merubah dana CSR yang menjadi tanggung jawab PT. Vale kepada masyarakat Sulawesi tengah tersebut menjadi dana hibah.

“Mengacu pada dasar MoU tersebut diatas, Pemprov kemudian mengelola secara langsung anggaran dana CSR Rp 11,7 miliar dengan menggunakan alas hukum dana hibah dan menjadikannya sebagai pendapatan daerah dari sektor lain-lain,” ungkap Eko.

“Kemudian memasukkan dana tersebut kedalam batang tubuh APBD Perubahan tahun 2016 dan didistribusi ke satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kondisi ini sempat mendapatkan resistensi dari oknum anggota DPRD Propinsi karena menolak dana CSR 11,7 miliar dimasukan ke dalam batang tubuh APBD Perubahan tahun 2016,” lanjutnya.

Dana CSR, lanjut Eko, tidak punya dasar hukum untuk dialihkan menjadi dana Hibah. Sebab dana CSR telah diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan UU Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yakni sebagai biaya eksternalisasi atas resiko produksi dalam konteks ekologis.

Dana CSR adalah biaya atas tanggung jawab perusahaan pada korban terdampak dan Pemda Sulteng seharusnya hanya berada dalam posisi memediasi. Bukan mengambil alih dana sebagai belanja daerah. Sebab dana CSR tidak diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun instrument lainnya.

Dalam penilaian FPPD Sulteng, apa yang dilakukan Gubernur Sulteng Longky Djanggola telah mencederai hak-hak rakyat Sulteng untuk mendapatkan dana CSR atas beroperasinya perusahaan mengolah sumber daya alam di Sulteng.

Patut diduga adanya konspirasi jahat Gubernur Sulteng menggunakan dana CSR PT Vale tbk untuk pembangunan berkelanjutan yang tidak berdasarkan peruntukannya melenceng bahkan sarat dengan kepentingan untuk mengambil dana tersebut dengan melekatkan di 14 SKPD dan Biro Pemrov Sulteng.

Hal ini dapat dilihat dari distribusi dana CSR ke SKPD Pemrov Sulteng, seperti peningkatan prasarana aparatur, monitoring evaluasi program daerah dan tidak bersentuhan dengan substansi kepentingan dan kebutuhan rakyat secara langsung.

Disampaikan pula bocoran mengenai peralihan ini, FPPF Sulteng memegang data lengkap, terlebih informasinya didapatkan dari perusahaan PT Vale Tbk. Bahwa yang menginginkan dana CSR untuk dialihkan ke dana hibah adalah keinginan Gubernur Sulteng Longky Djanggola.

“Yang menginginkan dana CSR untuk dialihkan ke dana hibah adalah keinginan Gubernur Sulteng Longky Djanggola,” jelas Eko.

Ditambahkan, dugaan konspirasi adanya gratifikasi terkait pengelolaan lahan konsensi PT Vale tbk yang diciutkan dan diberikan kepada Pemrov Sulteng mengaturnya. Gubernur Longky Djanggola diduga ‘main mata’ dengan salah satu perusahaan yang mendapatkan lahan konsensi PT Vale.

Sementara 6 perusahaan dari 7 perusahaan yang merasa dirugikan atas kebijakan Gubernur Longky Djanggola menerbitkan Surat Keputusan (SK) menggugat ke PTUN Palu. Yakni PT. Bintang Delapan Wahana, PT. Morindo Bangun Sejahtera, PT. Persadatama Inti Jaya Mandiri, PT Daya Inti Mineral, PT Daya Sumber Mining Indonesia.

Perusahaan tersebut meminta kepada Gubernur Longky Djanggola membatalkan SK Gubernur soal penciutan areal usaha tambang di Kabupaten Morowali.

Berdasar pada hal tersebut diatas, FPPD Sulawesi Tengah meminta kepada KPK Republik Indonesia untuk memeriksa dan menangkap Gubernur Sulteng Longky Djanggola atas dugaan perbuatan melawan hukum dan Undang-undang.

(Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka