Jakarta, Aktual.com – PT PLN (Persero) gencar memupuk utang baru baik itu utang dari sindikasi perbankan nasional, terutama bank BUMN, maupun surat utang atau obligasi.
Langkah ini ditempuh untuk menggenjot beberapa proyek transmisi, bayar utang yang jatuh tempo, dan juga untuk modal kerja. Padahal rasio utang PLN terhadap aset atau debt to equity ratio (DER) perusahaan listrik pemerintah sudah cukup tinggi.
“Sampai saat ini posisi debt to equity ratio kita masih bagus. Masih longgar lah. Jadi masih bisa berhutang lagi,” klaim Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (9/9).
Sejauh ini, PLN memang banyak menumpuk utang, sehingga pemerintah sempat memperingatkan agar rasio utang terhadap ekuitasnya jangan terlalu tinggi. Pada tahun lalu DER PLN sempat melewati di atas 50 persen. Namun Sarwono membantahnya.
“Nggak kok. DER kita masih aman. Posisinya tidak di atas 50 persen. Tapi di bawah 50 persen,” jelas dia dengan enggan menyebut angka pastinya.
Hari ini pun, PLN mendapat kucuran utang baru. Dari sindikasi tiga BUMN, PT BNI (Persero) Tbk, PT BRI (Persero) Tbk, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melalui penyediaan komitmen pinjaman untuk kredit investasi senilai maksimum Rp12 triliun dan kredit tambahan Kredit Modal Kerja (KMK) talangan subsidi Tahun 2016 menjadi sebesar maksimum Rp20 Triliun.
Bahkan, dalam waktu dekat ini, PLN juga akan mencari utangan baru melalui penerbitan obligasi yang berdenominasi valuta asing atau global bond. Kemungkinan di semester I 2017 baru pihaknya akan menerbitkan oblugasi tersebut.
“Awal tahun depan lah (penerbitan global bond) agar persiapan lebih matang,” ujar Sarwono.
Dalam menentukan penerbitan global bond ini, kata dia, pihaknya memperhatikan faktor-faktor seperti kondisi suku bunga yang sedang bagus, harganya juga bagus, serta direspon posutif juga oleh pasar.
“Bisa juga akhir tahun ini diterbitkannya. Tapi yang lebih enak itu di awal tahun depan ya,” jelasnya lagi.
Nominalnya pun tak tanggung-tanggung mncapai US$ 1-2 miliar untuk global bond. Disebut dia, dana sebanyak itu digunakan untuk investasi.
Salah satunya terkait kebutuhan untuk transmisi dalam proyek 35 ribu mega watt (MW). Menurut dia, PLN butuh dana segar untuk membangun transmisi hampir mencapau Rp170 triliun untuk lima tahun. Dan angka tersebut dibagi tiga tahun hingga 2019.
“Sehingga masing-masing tiap tahun dibagi kira-kira Rp40 triliun. Nah dari jumlah tersebut, dati kita harus punya uang 20-30%. Nah itu dari equity. Sisanya nanti dari pinjaman,” pungkas dia.
Kabarnya, pinjaman dari sindikasi bank BUMN sendiri masih akan ditempuh dalam waktu dekat ini. Namun, pihak bank BUMN sendiri kabarnya masih berpikir dua kali mengingat utang PLN di tiga bank BUMN itu sudah cukup banyak, dan jika dipaksakan akan melenggar ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta bisa jadi mengganggu likuiditas bank pelat merah tersebut.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan