Menurut Eni, banyak tangan atau kepentingan segelintir orang yang tidak mau model seperti PLTU Riau 1 ini bisa jalan. Pihak-pihak ini, lanjutnya, tidak mau negara menguasai aset karena kepentingan mereka bisa terusik. Dia pun meminta kepada Presiden Jokowi agar tidak menggagalkan model proyek Riau I.

“Ini karena model ini yang Bapak mau. Saya mohon Bapak Presiden turun tangan langsung dengan proyek 35 ribu MW,” pinta Eni dalam surat tersebut.

Sekalipun begitu, Eni mengakui kesalahannya. Dia mengakui kerap meminta bantuan Kotjo ketika ada kebutuhan yang mendesak. Baik untuk kegiatan organisasi, kegiatan umat, maupun kebutuhan pribadi. Menurut Eni, itu karena dia sudah menganggap bos APAC Group itu sebagai teman.

“Pak Kotjo pun membantu karena mungkin beliau beranggapan yang sama kepada saya,” ungkapnya.

Eni juga mengakui kesalahannya menerima “rezeki” dari proyek itu. Dia mengaku meyakini bahwa rezeki yang dia dapat dari proyek itu menjadi halal karena tujuannya adalah untuk kepentingan negara dan rakyat “dan selalu saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya.”

Dia mengaku siap mempertanggungjawabkan kesalahannya itu di depan hukum dan di hadapan Allah SWT.

“Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah Swt,” pungkasnya.

KPK sebelumnya menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt.

Dalam kasus ini, Eni diduga kuat telah menerima suap sebanyak Rp4,8 miliar untuk memuluskan perusahaan milik Johannes yakni Blackgold Natural Resources Limited menggarap proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Atas perbuatannya, Eni selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto 64 ayat (1) KUHP.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby