Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan mengenai kronologis Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap direksi PT PAL Indonesia terkait penerimaan suap dari pembayaran ‘fee agency’ atas penjualan Strategic Sealift Vessel (SSV) atau kapal perang antara PT PAL dengan pemerintah Filipina.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (31/3), ia mengungkapkan, pada Kamis, 30 Maret 2017 sekitar pukul 13 terjadi komunikasi Arief Cahyana sebagai General Manager Treasury PT PAL dan Agus Nugroho dari perusahaan perantara bernama Ashanti Sales Inc, perusahaan di Filipina yang punya kantor di Singapura dan Indonesia.
Saat itu, Arief akan menuju bandara untuk kembali ke Surabaya. Setelah itu terjadi penyerahan uang dari Agus kepada Arief di MTH Square di daerah Cawang, Jakarta Timur.
Usai penyerahan uang, penyidik lalu mengamankan Arief di lokasi parkir. Dari mobil, penyidik mengamankan uang sebesar 25.000 dolar AS yang sudah dimasukkan ke dalam 3 amplop. Dua amplop masing-masing berisi 10 ribu dolar AS dan 1 amplop isinya 5 ribu dolar AS.
Setelah itu, penyidik KPK mengamankan Agus di salah satu kantor di MTH Square beserta 7 orang pegawai di kantor tersebut. Secara keseluruhan, tim KPK membawa 10 orang ke Kantor KPK dan dilakukan pemeriksaan.
“Selain itu tim juga ditugaskan ke Surabaya dan pada sekitar pukul 22.00 WIB, tim mengamankan MFA (Muhammad Firmansyah Arifin) bersama 6 orang lain di kantor PT PAL Surabaya,” jelas Basaria.
Terhadap 7 orang itu dilakukan pemeriksaan di markas Polda Jawa Timur dan pada Jumat (31/3) sekitar pukul 07.00, tim tiba dari Surabaya di Gedung KPK Jakarta.
“Dari lokasi OTT di Surabaya, dibawa 1 orang yaitu MFA untuk pemeriksaan lebih lanjut,” tambah Basaria.
Firmansyah dan petinggi PT PAL lain diduga menerima 1,25 persen dari total penjualan 2 SSV senilai 86,96 juta dolar AS. Nilai 1,25 persen tersebut adalah 1,087 juta dolar AS atau sekitar Rp14,476 miliar.
“Uang sejumlah 25.000 dolar AS adalah komisi atau pemberian untuk pejabat PT PAL terkait pembayaran ‘fee agency’ 2 unit kapal peran SSV pada instansi pemerintah Filipina. Uang itu adalah bagian dari ‘commitment fee’ untuk pejabat PT PAL yaitu 1,25 persen dari nilai kontrak yaitu sekitar 1,087 juta dolar AS,” tuturnya.
Menurut Basaria, kesepakatan untuk memberikan ‘cash back’ itu sudah dilakukan sejak kesepakatan awal pada 2014. Dimana PT PAL menjual 2 unit kapal perang SSV kepada instansi pemerintah Filipina senilai 86,96 juta dolar AS.
“Perusahaan yang bertindak sebagai agen penjualan kapal SSV itu AS Incorporation. Dari nilai kontrak tersebut, AS Incorporation mendapatkan 4,75 persen atau sekitar 4,1 juta dolar AS yang diduga sebagai ‘fee agency’,” ungkap Basaria.
Dari persentase tersebut, sebagian untuk pejabat PT PAL. Alokasi untuk oknum pejabat PT PAL sebesar 1,25 persen sedangkan sisanya 3,5 persen untuk AS Incorporation. Fee dibayar dengan 3 tahap pembayaran, tahap pertama terjadi Desember 2016 sejumlah 163 ribu dolar AS.
“Selanjutnya ada penyerahan 25 ribu dolar AS dalam OTT kemarin,” ujar dia.
Proyek itu merupakan proyek ‘G to G’ antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Filipina. Hanya saja, terkait kasus suapnya ditekankan Basaria tidak ada atau tidak terkait dengan pemerintah Filipina.
Dari OTT itu KPK menetapkan 4 orang tersangka. Tiga orang tersangka penerima suap yaitu Direktur Utama PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin, GM Treasury PT PAL Arief Cahyana dan Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar. Sedangkan tersangka pemberi suap Agus Nugroho dari Ashanti Sales Inc.
“SAR (Saiful Anwar) selaku Direktur Keuangan PT PAL belum diamankan dalam OTT karena masih berada di luar negeri. Kami minta supaya dalam SAR kooperatif dan segera kembali ke Indonesia untuk didengar keterangannya,” tegas Basaria.
Terhadap Firmansyah, Arif dan Saiful disangkakan pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Agus disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Ant)
Artikel ini ditulis oleh: