Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz (istimewa)
Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu mengusulkan sistem proporsional terbuka terbatas. Pemberian suara hanya boleh kepada partai politik. Penentuan calon terpilih ditentukan oleh partai politik.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, mengungkapkan, Pasal 138 ayat (2) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas.

Pada ayat (3) Sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sistem pemilu yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan partai politik.

Berikut Pasal 329 (1) huruf b yang menyebutkan ‘Pemberian suara untuk Pemilu dapat dilakukan dengan cara: b. mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota’.

Dan, Pasal 401 bahwa ‘Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara’.

“Ketentuan tersebut sesungguhnya merupakan sistem proporsional tertutup. Dalam sistem tersebut, sama sekali tidak diusulkan mekanisme demokratisasi internal partai politik dan perbaikan akuntabilitas organisasi partai,” kata Hafidz, Rabu (7/12).

Padahal, kata dia, partai punya otoritas penuh untuk mencalonkan. Partai perlu pastikan kader-kader yang mereka kehendaki untuk terpilih. (Pasal 125 ayat (1), Pasal 131 ayat (1), Pasal 145 ayat (1), Pasal 151 ayat (1), Pasal 158 ayat (1), Pasal 164 ayat (1)).

Memang disadari terdapat kelemahan dalam sistem proporsional terbuka yaitu potensi politik transaksional dan lemahnya struktur partai politik. Hal ini sesungguhnya dapat diperbaiki dengan memperkuat penegakan hukum pemilu dan pembatasan dana kampanye serta iklan kampanye dibiayai negara (Pasal 319 ayat (3).

Daripada mengubah sistem, alangkah baiknya tetap mempertahankan proporsional terbuka dengan perbaikan. Proporsional terbuka nyata-nyata telah meningkatkan partisipasi pemilih, meningkatkan hubungan pertanggungjawaban yang konstruktif antara pemilih dan wakil rakyat, mengikis oligarkis di internal partai dan pemilih mengenal siapa calon yang akan dipilih.

Oleh karena itu, lanjut Hafidz, bunyi pasal terkait pemberian suara adalah ‘Pemberian suara Pemilu dilakukan dengan cara memilih salah satu calon pada surat suara’.

(Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan