Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai masih terdapat ruang pelonggaran kebijakan moneter yang dimiliki bank sentral untuk mendukung penguatan pertumbuhan ekonomi.
Ia menjelaskan relaksasi tersebut masih dapat dilakukan selama tingkat suku bunga acuan berada dalam kisaran di atas nol persen.
“Positif itu masih punya ruang, kebijakan moneter itu kehilangan kemampuan, kalau tingkat bunga nol atau kurang,” kata Darmin di Jakarta, Jumat (20/9).
Ia juga menambahkan penurunan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) merupakan langkah tepat dalam menanggapi kondisi perekonomian global terkini.
“Kebijakan moneter masih berfungsi untuk mempengaruhi. Ini memang untuk mengantisipasi negara lain. Mereka juga turun policy rate, kalau kita tidak turun, nanti terlalu tinggi,” ujar Darmin.
Sebelumnya, Bank Indonesia untuk ketiga-kalinya secara beruntun memangkas suku bunga acuan.
Pada Kamis (19/9), bank sentral kembali menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,25 persen yang dilengkapi dengan rangkaian pelonggaran kebijakan makroprudensial, untuk mencegah dampak ke Indonesia dari semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis, mengatakan pemangkasan beruntun suku bunga acuan sejak Juli hingga September 2019 ini merupakan kebijakan antisipatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, di tengah ekonomi global yang terus melambat utamanya karena perang dagang AS dan China yang tak kunjung usai.
“Kebijakan ini juga konsisten dengan estimasi inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran inflasi dan imbal hasil dari aset keuangan domestik yang tetap menarik,” kata Perry.
Terhitung sejak Juli 2019, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 0,25 persen sebanyak tiga kali hingga September 2019 ini. Pelonggaran ini juga dilakukan setelah pada 2018, otoritas moneter menaikkan suku bunga acuan hingga 1,75 persen untuk membendung keluarnya arus modal asing di tengah meningkatnya tekanan ekonomi global saat itu.
Pada tahun ini, BI ingin mendorong pertumbuhan ekonomi domestik bisa mencapai 5,1-5,2 persen dan 5,3 persen di 2020 meskipun dampak perang dagang global yang semakin deras melanda negara-negara berkembang.
Perry juga meyakini imbal hasil aset keuangan berdenominasi rupiah tetap menarik untuk menyerap aliran modal asing dan menjaga ketahanan ekonomi eksternal atau Neraca Pembayaran Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan