Jakarta, Aktual.Com-Menurut Data Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) dalam kurun dua tahun, Indonesia kehilangan armada penangkapan ikan sebanyak 538 unit di wilayah konsesi organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO).
Dimana jumlah armada yang ada pada Mei 2014 sebanyak 2.057 unit. Tetapi berdasarkan data pada November 2016, jumlahnya berkurang dan tinggal 1.519 unit.
Data tersebut dikompilasi dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan serta RFMO yang mencakup the Indian Ocean Tuna Commision (IOTC), Commision for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), the Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), dan the Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).
Menurut Sekjen Astuin Hendra Sugandhi jumlah tersebut sesungguhnya dapat berkurang lebih banyak lagi jika dikaitkan dengan pelarangan operasi kapal buatan luar negeri (eks asing) dalam setahun terakhir.
Data kapal aktif Indonesia yang terdaftar di RFMO kata Hendra tidak up to date, terutama di IOTC. Di RFMO itu, tambah dia data menyebutkan jumlah armada aktif Indonesia meningkat dari 1.276 unit pada Mei 2014 menjadi 1.384 unit pada November 2016.
“Diperlukan sinkronisasi data antara authorized vessels dengan active vessels secara berkala agar kita dapat memetakan strategi apa yang harus kita lakukan ke depan. Karena sebagai negara berdaulat, kita tentu harus berperan aktif di laut lepas,” kata Hendra, Selasa (31/1/2017).
Hendra berpendapat pemerintah seharusnya tidak ‘alergi’ terhadap kapal eks asing karena bagaimana pun kapal itu berbendera Indonesia dan dimiliki oleh orang Indonesia. Hendra berpendapat, penegakan hukum memang harus dilakukan terhadap kapal eks asing yang melanggar, tetapi bukan melarang seluruh kapal eks asing beroperasi.
“Wajar jika karena ini, kapasitas unit pengolahan (ikan) di Bitung turun,” tutup Hendra.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs

















