Jakarta, Aktual.com – Rasio cadangan minyak dan gas bumi (migas) pengganti atau reserve replacement ratio (RRR) terus menipis dan tak bisa menyeimbangi laju produksi. Jika tidak ada temuan baru maka akan berdampak krusial pada ketahanan energi nasional.

Minimnya temuan ini juga tenyata disinyalir disebabkan kesalahan kebijakan pemerintah yang menutupi data migas atau data potensi kandungan migas untuk dijadikan ‘jualan’ sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Dengan begitu mengurangi animo KKKS untuk melakukan eksplorasi. Belum lagi ditambah mafia-mafia data migas yang bertindak sebagai broker hingga membuat anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Andang Bachtiar merasa kecewa.

“Saya ingin transparansi data migas. Data migas harus dibuka, bebaskan data migas dari beban PNBP. Dari data migas itu setiap tahun pemerintah hanya mendapatkan Rp10 miliar dan itu mengakibatkan banyak mafia data, ini nggak masuk akal kerjanya. Seharusnya data itu dibuka agar semua orang bisa research, bisa ekplorasi menggunakan data yang ada,” ujarnya, Senin (28/11).

Oleh karena itu dia menilai kebijakan pemerintah telah keliru dengan menjadikan data sebagai PNBP, padahal apabila data itu dibuka dan terjadinya aktifitas eksplorasi secara masif, maka berpeluang menemukan kandungan migas.

“Jadi data migas itu jangan dijadikan buat bendapatan negara. yang harus menjadikan pendapatan nergara, ya migas nya itu, bukan datanya. Ini juga selaras dengan keterbukaan informasi publik. Mudah-mudahan dalam UU Migas nanti, data migas itu dibuka supaya ekplorasi jalan,” tandasnya.

Untuk dipahami, cadangan minyak Indonesia sendiri saat ini menurut data Kementerian ESDM hanya sekitar 3,8 Miliar barel. Jika diproduksikan dengan konstan di posisi 800 ribu bph maka umur cadangan minyak Indonesia hanya sekitar 12 tahun.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka