Jakarta, Aktual.com — Lagi, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau biasa disapa Haji Lulung mendatangi kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Selasa (15/3).
Dia kembali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat uninterruptible power supply dalam APBD-P DKI Jakarta tahun 2014.
Namun demikian, ketika tiba sekitar pukul 10.20 WIB Lulung membantah diperiksa penyidik terkait kasus tersebut. Dia mengklaim, kedatangnya ke Bareskrim hanya berkempentingan bertemu dengan tetangganya yakni Sugeng.
“Silaturahmi sama Pak Sugeng, sudah lama enggak silaturahmi,” ujar Lulung di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Tapi, Lulung malah belum mengetahui perihal Sugeng bekerja dibagian apa. Dia hanya menyebut, Sugeng merupakan tetangga di rumahnya.
“Dia tetangga saya di belakang rumah. Cuma lain RW. Ketemunya di sini beliau enggak sempat di rumah. Sama lah, beliau sibuk saya sibuk.”
Terpisah, Direktur Dittipidkor Bareskrim Polri Brigjen Ahmad Wiyagus menyebutkan, kedatangan Lulung tak lain ialah akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi meringankan yang diajukan tersangka Fahmi Zulfikar, anggota DPRD DKI Jakarta.
Tak hanya Lulung, ada dua anggota DPRD DKI Jakarta lainnya yang turut diperiksa sebagai saksi untuk Fahmi Zulfikar. Namun, Wiyagus tak merinci siapa saja anggota DPRD yang dipanggil tersebut.
“Iya, diperiksa kasus UPS, ada tiga anggota DPRD yang diperiksa sebagai saksi yang meringankan atas permintaan saudara Fahmi.”
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan lima tersangka, yakni Alex Usman yang merupakan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Tersangka lainnya, Zaenal Soleman selaku Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. Kemudian mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Firmansyah dan anggota DPRD aktif Fahmi Zulfikar dan terakhir Dirut PT Offistarindo Adhiprima Hari Lo (HL).
Kasus ini dianggap telah menimbulkan kerugian negara kurang lebih Rp81 miliar untuk di Jakarta Barat. Sementara di Jakarta Pusat merugikan negara sekitar Rp78 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu