HARIANJOGJA/GIGIH M. HANAFI TOLAK KENAIKAN BBM-- Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Pergerakan Islam Indonesia melakukan do'a bersama dan teatrikal di Pertigaan UIN, Jl. Laksda Adisucipto, Sleman, Jumat (16/3). Mereka menolak rencana kenaikan BBM serta meminta pemerintah menghapus subsidi yang di nikmati golongan atas.

Jakarta, Aktual.com – Di saat perekonomian global masih sulit dan daya beli masyarakat juga masih berat, pemerintah diminta untuk tak sembarangan terkait harga-harga yang ditentukan pemerintah (administered prices).

Salah satunya, terkait pengendalian harga sektor energi di saat harga komoditas terutama minyak dunia terus naik, potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sangat mungkin terjadi.

“Memang di satu sisi, kenaikan harga komoditas kita sambut baik. Tapi dampak lainnya justru akan ada kenaikan seperti BBM, seperti solar dan premium. Ini yang justru berbahaya terhadap daya beli masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Senin (6/2).

Menurutnya, dengan kondisi fiskal yang terbatas saat ini sangat tak mungkin adanya penambahan subsidi energi, yang ada justru pengurangan subsidi dan dampaknya akan ada kenaikan harga BBM.

“Tapi ingat, (kenaikan BBM) jangan serampangan. Karena sektor energi ini sangat sensitif. Kenaikan solar atau premium Rp200-300 per liter saja multiplier effect-nya sangat besar ke kenaikan sektor lain,” papar dia.

Sehingga, lanjutnya, sudah pasti akan ada lonjakan inflasi yang tinggi. Ditambah lagi pemerintah juga selama ini belum terlalu mampu mengendalikan harga pangan.

“Padahal jika mau menjaga daya beli, pemerintah harus mampu menjaga harga pangan dan harga energi. Apalagi selama ini sumber pertumbuhan hanya dari konsumsi dalam negeri bukan lagi dari investasi apalagi ekspor-impor,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan