Jakarta, Aktual.com — Sejumlah pengamat pemilihan kepala daerah atau Pilkada di Kalimantan Selatan mengkritisi pelaksanaan debat publik bagi calon gubernur (cagub) setempat pada 7 November lalu.

Sebagaimana penuturan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Kalimantan Selatan (Kalsel) Asbullah di Banjarmasin, Senin (9/11), selaku pelaksana debat cagub, Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi setempat tampaknya tidak siap.

“Semestinya sebelum pelaksanaan debat tersebut segala sesuatu dicek ulang terlebih dahulu, sehingga tidak membuat tertawaan orang,” ujar Absullah yang juga Wakil Ketua DPRD Kalsel.

Sebagai contoh saat mau menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya terjadi gangguan teknis, dan ketika Ketua KPU Kalsel akan memberikan sambutan, menyelonong petugas membawa pedium.

Selain itu, microphone (mik) untun pengeras suara sendat-sendat alias tidak normal, dan masih banyak masalah teknis lain yang harus menjadi perhatian, lanjutnya saat berbincang dengan wartawan yang tergabung dalam Journalist Parliament Community (JPC) Kalsel.

Wakil rakyat asal daerah pemilihan II Kalsel-Kabupaten Banjar itu menyarankan, penggunaan media publik dalam debat cagub dan calon wakil gubernur (cawgub) nanti sebaiknya jangkauan yang lebih luas.

“Pasalnya pemilih gubernur dan wagub itu buka cuma sebatas Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala (Batola) dan Kabupaten Tanah Laut (Tala) atau Banjarbakula,” ujarnya.

“Tapi pemilih gubernur dan wagub mendatang 13 kabupaten-kota. Karena itu pendidikan yang Kabupaten Tabalong yang berada paling utara provinsi ini juga harus bisa mengikuti/mengetahui debat cagub dan cawagub tersebut,” kata dia.

Begitu pula penduduk Kabupaten Kotabaru sampai daerah pesisir terpencil wilayah paling timur Kalsel ini harus mengikuti debat cagub dan cawagunya lewat televisi, demikian Asbullan.

Sementara anggot JPC Kalsel mempertanyakan, debat publik apaan? Kalau peserta terbatas (termasuk wartawan meliput) dan di ruang tertutup, serta penampilan pantia dengan pakaian seragam.

“Sebaiknya debat publik itu di ruang terbuka, seperti di taman siring dekan Balai Kota Banjarmasin, sehingga masyarakat luas bisa pula mengetahui, walau mereka ikut terlibat langsung,” saran Sopian dan kawan-kawan.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu