Jakarta, aktual.com – Defisit yang dialami Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia EximBank hingga sebesar Rp 4,7 triliun pada 2019. Hal ini karena orientasi bisnis lembaga negara tersebut.
Pengamat ekonomi Faisal Basri menjelaskan, terdapat beragam bentuk badan usaha dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di antaranya, Persero, Perum (Perusahaan Umum), Lembaga dan lainnya, sehingga pengelolaan usaha dalam BUMN tersebut pun beragam.
“BUMN itu ada macam-macam, ada PT (Persero), ada Perum juga, ada lembaga, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” ujara Faisal Basri di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/9/2021).
Perbedaan pengelolaan usaha ditegaskannya merujuk orientasi bisnis. Seperti LPEI yang dipaparkannya tidak berorientasi mencari keuntungan, tetapi lebih kepada pembiayaan guna mendorong ekpor nasional.
“Kalau LPEI itu misinya bukan cari untung, oleh karena dia tidak mirip bank. Kalau bank tarik dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan dalam bentuk kredit, nah kalau lembaga pembiayaan ekspor ini dia dapat suntikan dana dari pemerintah plus dana jual obligasi untuk membiayai ekspor,” papar Faisal Basri.
“Jadi jelas itu negara memberikan modal utama untuk dipisahkan, jadi bukan dari APBN lagi. Kecuali kalau pemerintah ingin menyuntikan dana agar pendanaannya lebih besar, tapi itu dipisahkan dari kekayaan negara,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya defisit yang dialami LPEI sangat wajar. Mengingat besarnya resiko dan besarnya dana yang digelontorkan dalam kegiatan ekspor.
“Nanti kalau misalnya lembaga itu butuh dana disuntik lagi, karena misalnya misinya lebih besar perlu pendanaan lebih besar dan negara akan suntikan lagi,” papar Faisal Basri
“Seperti yang saya katakan untungnya bisa kecil-bisa rugi, karena memang lembaga ini membiayai kegiatan ekspor yang resikonya lebih besar, di mana bank-bank tidak mau kasih pinjaman,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin