Jakarta, Aktual.com – Pemerintah pada RAPBN 2018 tetap menargetkan defisit anggaran cukup lebar. Hal ini terjadi karena belanja yang terus membengkak, namun tak mampu ditutupi oleh penerimaan pajak yang tinggi. Defisit di RAPBN 2018 sendiri sebesar 2,67 persen, memang jauh lebih rendah dari tahun ini di angka 2,92 persen.
Untuk itu, menurut anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam menyebut pemerintah harus hati-hati dalam rangka menetapkan defisit tersebut. Karena dengan adanya defisit akan berdampak pada kebijakan utang baru nantinya.
“Rencana defisit memang lebih kecil jika disbanding dua tahun terakhir. Akan tetapi, penambahan pembiayaan yang mencapai Rp399 triliun di 2018 akan mendorong rasio utang (debt t o GDP) Indonesia bisa di atas 30 persen,” ujar dia di Jakarta, Selasa (10/10).
Menurutnya, utang pemerintah penggunaannya tak optimal, hal ini tercermin dari besarnya anggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada tahun 2015 dan 2016. Di tahun itu berturut-turut mencapai Rp24 triliun dan Rp 26 triliun.
“Jika ada SIPLA, berarti pemerintah merugi karena mereka ngutang tapi tidak digunakan, padahal menanggung beban bunga yang ada,” tandas politisi PKS ini.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka