Jakarta, Aktual.com – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengajukan usulan agar BPJS Kesehatan tidak lagi defisit di kemudian hari.
Salah satu yang disoroti IDI adalah sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang harus dibenahi. Pembenahan itu diperlukan pada sektor iuran JKN.
Ketua Pengurus Besar IDI, Ilham Oetama Marsis berpendapat, saat ini nominal premi yang ditetapkan terlampau kecil. Pada premi kelas III misalnya, hanya Rp24 ribu per orang.
Padahal nominal ideal untuk premi kelas III menurutnya adalah Rp36 ribu. Sehingga terjadi selisih yang cukup besar, yakni Rp 12 ribu per orang.
“Ini mengakibatkan miss match dalam pembayaran,” ujar Ilham setelah pertemuan perwakilan IDI dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, kemarin.
Usulan kedua, kata Ilham, IDI berpandangan bahwa pemerintah harus membangun sistem digital yang terintegrasi pada sejumlah instansi terkait, seperti Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan hingga Rumah Sakit.
Hal ini, jelasnya, diperlukan untuk memastikan program JKN berlangsung transparan. Menurut Ilham, praktik penyelewengan ikut memberikan sumbangsih persoalan yang melanda BPJS Kesehatan saat ini.
“Apakah tidak ada dokter yang nakal? Ada. Apakah tidak ada rumah sakit yang nakal? Ada. Tapi, dengan keterbukaan, baik BPJS, baik dokter, maupun rumah sakit, itu dengan sangat mudah dilacak,” tuturnya.
Upaya reformasi, tambah Ilham, harus dilakukan. Jika terus seperti saat ini, persoalan BPJS Kesehatan akan menjadi bom waktu. Berdasar hitungan pihaknya, defisit tahun ini bisa membengkak hingga Rp 16,5 triliun jika tidak ada perubahan.
Ilham mengakui, suntikan dana talangan Rp 4,99 triliun cukup membantu. Hanya, itu bersifat sementara. Itu pun belum melunasi total defisit sekitar Rp 7,09 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan