Banda Aceh, Aktual.co —Puluhan pedagang batu akik membuka kios di Kompleks Pasar Buah, Kota Lhokseumawe, Minggu (22/3). Sejumlah pembeli datang dan pergi. Melihat aneka jenis batu akik yang ditawarkan oleh pedagang. Istilah ‘demam batu’ tampaknya mulai ‘menjangkiti’ warga Lhokseumawe.
Aneka warna batu memantul dari balik lemari kaca milik pedagang. Beragam ukuran tersedia. Dari cincin hingga liontin. Tren giok memang sedang menggila di belahan bumi nusantara.
Sentral batu giok itu baru berusia sekitar sebulan terakhir. Awalnya, pasar itu hanya ditempati pedagang buah. Seiring perkembangan penjualan batu giok, pasar itu pun berubah fungsi. Mayoritas diisi pedagang giok, bukan pedagang buah sesuai namanya.
“Kami berjualan dari pukul 09.00 pagi sampai tengah malam. Pengunjung datang dari berbagai daerah, misalnya dari Aceh Timur, Bireuen dan kabupaten lainnya di Aceh,” sebut Miswardi, salah seorang pedagang batu giok kepada Aktual.co, Minggu (22/2).
Alasan mengapa dirinya terjun berdagang batu, lantaran hasilnya menggiurkan. “Labanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” ujar dia. 
Hal senada juga disampaikan Fakhrizal Salim. Penjual batu yang juga berprofesi sebagai wartawan di salah satu media lokal di Aceh itu, mengakui warga banyak yang bisnis giok sejak enam bulan terakhir. 
Diakuinya, tak semua murni pedagang. Seperti dirinya, ada juga pedagang lain yang merupakan pegawai negeri di salah satu kampus di Lhokseumawe, seperti Miswardi tadi.
Fakhrizal menyebut, rata-rata tiap hari dia bisa menjual giok seharga Rp5 juta dalam bentuk cincin. “Batu ini kan tidak ada standar harganya. Jika kualitas dan kekerasannya bagus, harganya bisa jauh lebih mahal,” ujar dia.
Sehingga tak heran ada batu cincin yang dihargai mulai jutaan sampai ratusan juta rupiah. “Sekarang tren batu cincin sudah merambah anak-anak. Bayi lima tahun pun sudah suka mengenakan cincin giok,” ujar Fakhrizal.

Artikel ini ditulis oleh: