Jakarta, Aktual.com – Para supir Gojek siap-siaplah turun pendapatan. Bos Gojek Nadiem Makarim beri sinyal bakal kurangi subsidi untuk para supir ojek yang dia istilahkan
dengan mitra pengemudi itu.
Meski tak menyebut kapan tepatnya subsidi benar-benar dihilangkan, kata Nadiem, transisi penghilangan subsidi dilakukan secara bertahap. “Hingga subsidi suatu saat sepenuhnya hilang,” ucap dia, di Jakarta, Kamis (12/11).
Alhasil, para konsumen Gojek yang selama ini melakukan pemesanan layanan ojek lewat teknologi aplikasi bisa jadi bakal menurun. Dampaknya, pendapatan sopir Gojek yang di Jakarta saja jumlahnya mencapai 100 ribu orang, juga ikut menurun.
Mengaku menyadari kemungkinan itu, Nadiem malah enteng saja mengatakan bukan masalah. Sebab dia mengaku niatannya memang ingin lebarkan bisnis bukan hanya di urusan antar jemput orang. Tapi juga layanan on-demand. Kata dia, layanan itu bakal diluncurkan awal tahun depan. Istilah barunya ‘game changer’.
Nadiem pun terang menyebut subsidi yang dikucurkan ke mitra pengemudi, dan harga promosi ke konsumen selama ini diberlakukan sebagai taktik ‘investasi’ semata. Demi meraup sebanyak mungkin pengunduh aplikasi. Jika memang itu tujuan Nadiem, tampaknya dia memang pantas tersenyum lebar. Sebab jumlah pengunduh aplikasi Gojek, klaim dia, saat ini sudah mencapai 6 juta.
Harap-harap cemas akan turunnya pendapatan sebenarnya sudah muncul di kalangan supir Gojek sendiri. Seperti yang terjadi 2 November lalu. Secara sepihak, alias tanpa minta pendapat para ‘mitra pengemudinya’, Gojek turunkan tarif per kilometer dari Rp4.000 jadi Rp3.000.
Bukan itu saja, para sopir atau mitra pengemudi juga sudah tidak mudah lagi dapat bonus Rp50 ribu/hari. Jika sebelumnya dengan hanya kumpulkan lima poin (antar satu penumpang dapat satu poin). Sekarang, bonus baru didapat jika mereka kumpulkan delapan poin per hari. Padahal, kondisinya saat ini untuk dapetin penumpang sudah tidak semudah awal kemunculan Gojek.
Mereka gusar merasa jadi sapi perah. Niat demo ke kantor pusat Gojek pun tersiar saat itu. Tapi sebelum itu terealisasi, buru-buru beredar pesan pendek dari pihak Gojek. Isinya, ancaman pemecatan bagi para mitra pengemudi yang berani unjuk hidung demo di kantor Gojek di kawasan Kemang. Hasilnya, demo pun kandas.
Tapi Nadiem sendiri sepertinya memang tidak begitu perdulikan keresahan para mitra pengemudinya. Karena bisa jadi dia punya keresahan sendiri. Yakni kehilangan para pengunduh aplikasinya jika subsidi dihilangkan.
Alasan merasionalkan tarif pun disodorkan Nadiem. Dia memilih ‘korbankan’ mitra pengemudinya, dengan dalih tidak mungkin hilangkan subsidi ke penumpang (konsumen) saat ini.
Alasan rasionalisasi tarif, klaim dia justru untuk untungkan supir dan penumpang. Sebab jika tarif tidak turun dan subsidi untuk promosi bakal hilang, penumpang (konsumen) pun bakal hengkang. “Menurunkan tarif (untuk sopir Gojek) adalah pilihan agar pengemudi terus bisa menerima order,” kata dia.
Sebelumnya, presiden direktur Microsoft Indonesia, Andreas Diantoro pernah melontarkan nada keraguan atas bisnis unduhan aplikasi berbasis konsumen yang jadi target Gojek .
Dalam sebuah seminar di Yogya, Andreas menyarankan para pembuat aplikasi startup seperti yang dibuat Gojek untuk fokus kembangkan bisnis komersil, bukan konsumer. Sebab bisnis komersil lebih menjanjikan dalam aspek keberlanjutan usaha.
“Kita lihat Gojek sekarang. Promosi (tarif) Rp10.000 kemana-mana. Tapi coba nanti kalau subsidi itu sudah dicabut? Siapa yang masih mau pakai?” kata dia, akhir September lalu.
Jika itu yang benar terjadi, tampaknya cerita indah tentang para supir Gojek yang meraup pendapatan hingga 10 juta per bulan dan membuat ribuan orang melamar di Parkir Timur Senayan bisa jadi bakal segera berlalu. Hanya Nadiem yang masih bisa pertahankan senyum lebar meraup keuntungan.
Melihat fenomena ini, bisa jadi apa yang disampaikan salah satu penggagas ‘Gerakan Selamatkan NKRI’, Heppy Trenggono adalah benar. Menurut dia Gojek bukanlah bentuk sistem ekonomi kreatif ‘penyelamat’ di tengah ekonomi Indonesia yang sedang lemah.
Gojek, ujar dia, sifatnya bertolak belakang dengan konsep gotong royong untuk semua yang digagas Soekarno. Sedangkan, kata dia, sistem Gojek adalah bekerja dari semua untuk sendiri. “Itu murni kapitalis, bukan gotong royong. Bukan semua untuk semua, tapi semua untuk sendiri. Ekonomi Indonesia akan menjadi ekonomi gojek?” ujar Heppy, dalam acara deklarasi ‘selamatkan NKRI’ di Jakarta Selatan, Kamis (12/11).
Artikel ini ditulis oleh: