Warga di London melakukan aksi menolak imigran. Aktual/Reuters

Jakarta, aktual.com – London dilanda aksi demonstrasi anti-imigran terbesar sepanjang sejarah modern Inggris pada Sabtu (13/9/2025). Aksi bertajuk “Unite the Kingdom” yang dipimpin aktivis sayap kanan Tommy Robinson diikuti lebih dari 110 ribu orang dan berujung bentrokan dengan aparat kepolisian.

Dilansir Reuters, Senin (15/9/2025), massa membawa bendera Union Jack, Salib St. George, hingga bendera Amerika dan Israel. Beberapa peserta bahkan mengenakan topi “Make America Great Again” khas Presiden AS Donald Trump. Mereka mengecam Perdana Menteri Keir Starmer dan mengusung slogan “pulangkan mereka”.

Di sisi lain, aksi tandingan bertajuk “Stand Up to Racism” yang dihadiri sekitar 5 ribu orang juga berlangsung di pusat kota London. Politisi sayap kiri ikut berorasi menolak retorika kebencian. “Orang-orang dari semua golongan bersatu menunjukkan bahwa retorika penuh kebencian dari Tommy Robinson tidak mencerminkan nilai sejati Inggris,” ujar jurnalis Sangita Myska.

Ketegangan memuncak ketika massa anti-imigran mencoba menerobos area steril menuju kelompok tandingan di kawasan Whitehall, lokasi kantor perdana menteri dan departemen pemerintahan. Polisi turun tangan setelah sejumlah petugas diserang. Times of India melaporkan, 26 polisi terluka—empat di antaranya luka serius—dan 25 orang ditangkap.

Awalnya, aksi “Unite the Kingdom” diklaim sebagai “festival kebebasan berbicara” dengan pesan nasionalisme Inggris dan anti-imigrasi. Namun bentrokan tak terhindarkan ketika massa bergerak mendekati kelompok lawan.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menegaskan masyarakat berhak menyampaikan protes damai, namun mengutuk serangan terhadap aparat. “Kami tidak akan menoleransi penyerangan terhadap petugas polisi ataupun intimidasi terhadap warga karena latar belakang atau warna kulit mereka,” kata Starmer melalui akun X.

Ia menegaskan Inggris adalah bangsa yang berdiri atas dasar toleransi, keberagaman, dan rasa hormat. “Bendera kami mewakili negara beragam. Kami tidak akan menyerahkannya kepada mereka yang menjadikannya simbol kekerasan, ketakutan, dan perpecahan,” tegasnya.

Isu imigrasi sendiri terus menjadi sorotan di Inggris. Sepanjang tahun ini, lebih dari 28 ribu migran tercatat menyeberangi Selat Inggris dengan perahu kecil—rekor pencari suaka terbesar dalam sejarah negara tersebut.