Jakarta, Aktual.com – Anggota komisi V DPR RI dari Fraksi Gerindra Nizar Zahro menegaskan pihaknya menolak rencana proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, pembiayaan proyek tersebut menggunakan dana pinjaman yang menyimpan beban kerugian yang harus ditanggung negara.
“Kita dari fraksi Gerindra konsisten menolak tentang kereta cepat atau kereta agak cepat dalam bahasanya sekarang. Karena itu merugikan negara. Dan itu membebani rakyat. Uang 60 Triliun nanti kita mengembalikan 100,4 T selama 40 tahun,” ujar Nizar di DPR RI, Jakarta, Selasa (6/10).
Walaupun uang itu uang BUMN, lanjut Nizar, tetapi BUMN yang dikerjasamakan dengan pemerintah china itu adalah uang pemerintah nasional.
“Itu kan tenornya 40 tahun. Bunganya 2 persen. 2 persen dari 60 Triliun itu ada sekitar 12 T. Jadi hitungannya, 1,2 dikalikan 4 berarti khan 40 Triliun. Kita pinjam 6O Triliun berarti harus mengembalikan 100,4 Triliun. Uang siapa yang mau dikembalikan,” cetusnya
Selain itu, Nizar juga menilai kereta cepat Jakarta-Bandung tidak memiliki nilai efisiensi. Sebab, jarak dari Jakarta ke Bandung dinilai relatif dekat sehingga kontraproduktif dengan kecepatan yang dibidik.
“Bandung-Jakarta yang jaraknya hanya 150 kilometer itu tidak efektif sekali. Karena membutuhkan 8 atau 10 stasiun. Sehingga kalo 8-10 stasiun. 150 KM dibagi 8 sampai 10 stasiun, berarti jarak per antar stasiun hanya 15 KM. Dia tidak bisa memaksimalkan kecepatan dari kereta cepat itu,” ungkap Legislator Dapil Madura ini.
Selain kerugian finansial, Nizar memastikan negara akan sangat dirugikan secara tekhnologi dari proyek tersebut. Dalam pandangan Nizar, biasanya dalam paradigma sebuah negara yang berkembang, kereta cepat terkategorikan sebagai transportasi andalan di level yang terakhir atau level ketiga.
“Mestinya kalo presiden itu konsekuen dengan Nawacita, membangun tol laut atau bahasanya kita koneksi laut. Karena tol laut itu masuk angkutan level kedua. Dimana memindah barang dan jasa, dari segi laut itu lebih murah. Dan lebih banyak angkutan barangnya. Sementara kita mengangkut penumpang saja dari Bandung dengan Jakarta, asumsinya 200 ribu per orang. Tapi tanggungan negara 40 Triliun dari pinjaman uang 60 Triliun itu. Kita tetap menolak karena itu merugikan negara,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh: