Jakarta, Aktual.com — Tersangka dugaan korupsi sistem pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway, Denny Indrayana ternyata kedatangannya ke Gadung Bareskrim Polri untuk mengajukan surat permohonan ke luar negeri.

Padahal sebelumnya bekas Wamenkum HAM itu, mengaku mengajukan lima saksi ahli meringankan terkait kasus yang membelitnya.

“Denny datang ke sini mengajukan surat izin permohonan mengajar ke Melbourne University. Selaku profesor bidang Fisip,” ujar Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Pol Djoko Poerwanto saat dikonfirmasi wartawan, Senin (5/9).

Atas permohonan tersebut, lantas penyidik keberatan lantaran berkas perkara penyidikan Denny masih berjalan. Sehingga proses pencegahan yang bersangkutan masih berlaku.

“Berkas perkara kan belum lengkap, Polri masih melakukan pencegahan,” tuturnya.

Dijelaskan Djoko, masa cekal terhadap Denny memang sudah habis pada 1 Oktober lalu. Namun, pada 28 September lalu penyidik melakukan perpanjangan cegah ke Direktorat Imigrasi Kemenkum HAM.

Yang jelas, Djoko menegaskan, bahwa Denny hari ini tidak mengajukan saksi ahli meringankan terkait kasus yang menyeretnya sebagai pesakitan. “Enggak ada permohonan pemeriksaan saksi ahli tadi,” kata dia.

Seperti diketahui Denny tersangkut korupsi sistem Payment Gateway hingga ditetapkan menjadi tersangka. Hingga kini berkas perkara Denny masih belum dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan. Penyidik pun terus melengkapi kekurangan itu.

Sistem ini dipermasalahkan karena memungut biaya tambahan sebesar Rp5.000 dari setiap penggunanya. Denny berulang kali mengatakan, wajib bayar tidak harus menggunakan sistem itu jika tidak ingin membayar lebih.

Selain itu, polisi juga mempermasalahkan pembukaan rekening swasta penampung dana atas nama perusahaan rekanan. Seharusnya, dana yang diterima langsung masuk ke kas negara dan tidak ditampung di rekening pihak ketiga.

Denny Indrayana pun diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby