Jakarta, Aktual.co — Bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengaku akan memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri, Jumat (27/3) siang. 
Denny akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus ‘payment gateway’ di Kementrian Hukum dan HAM. “Saya hadir, insya Allah setelah sholat Jumat,” ujar Denny saat dikonfirmasi wartawan.
Terkait perkara yang dimulai penyelidikan sejak Desember 2014 lalu itu ternyata diduga kuat melibatkan dua vendor yaitu PT Nusa Satu Inti Artha sebagai penyedia payment switch dan payment aggregator-dengan nama produk Doku. 
Serta, PT Telkom Indonesia melalui anak perusahaannya PT Finnet Indonesia selaku payment aggregator-dengan nama produk Delima Kios.
Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan mengatakan, Denny berperan untuk menginstruksikan penunjukan dua vendor dalam pelayanan sistem paspor secara elektronik, sekaligus fasilitator untuk mengoperasikan sistem tersebut.
“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke bendahara negara. Nah, ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke bendahara negara,” ujar Anton di Mabes Polri beberapa waktu lalu.
Dikatakan Anton, penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam program tersebut. Adapun perkara yang bergulir sejak Juli hingga Oktober 2014 itu kerugian negara mencapai Rp 32.093.692.000 atau 32 miliar, serta dugaan adanya pungutan tidak sah (Pungli) sebesar Rp 605 juta.
Soal apakah ada aliran dana dari rekening itu ke rekening pribadi Denny, Anton mengakui hal itu masih dalam penyelidikan lebih lanjut. Begitu juga soal apakah ada keterkaitan antara dua vendor tersebut dengan pribadi Denny. 
Anton juga mengatakan bahwa kemungkinan akan ada yang dijadikan tersangka lagi setelah Denny. “Bukan hanya satu tersangka, tapi baru satu. Karen tersangka ini akan merembet ke yang lain,” ujar Anton.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebagai tersangka. Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.
Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu