Jakarta, aktual.com – “Inilah skenario terbaik yang bisa dibuat Prabowo untuk Indonesia. Di akhir jabatannya yang pertama (2029), peringkat ekonomi Indonesia melonjak tiga tingkat, dari peringkat ke-16 menjadi peringkat ke-13 dunia.
Di akhir jabatannya yang kedua, jika terpilih kembali, Prabowo membawa Indonesia, naik tiga tingkat lagi, dari peringkat 13 dunia ke Top 10 negara terbesar dunia secara ekonomi di tahun 2034.
Demikian dinyatakan Denny JA dalam tulisannya di akun media sosialnya, menyambut dilantiknya Presiden Prabowo.
Denny mendasarkan harapannya atas prediksi Lembaga kredibel seperti Bank Dunia dan McKinsey. Dua lembaga ini melaporkan Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2045-2050.
Di antara negara-negara dengan ekonomi besar, di tahun itu Indonesia akan bergabung dengan Cina, India, dan Amerika Serikat di puncak ekonomi global.
Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-16 ekonomi dunia. Perjalanan untuk naik 12 peringkat dalam 20 tahun ke depan adalah pencapaian besar, tetapi bukan tidak mungkin jika ditangani dengan strategi yang tepat.
Jika dalam 20 tahun Indonesia bisa melompat naik dari peringkat 16 dunia (2024) menjadi peringkat 4 dunia (2045), berarti rata-rata setiap lima tahun, peringkat Indonesia naik 3 tingkat.
Namun Denny JA juga menggaris-bawahi dua kendala yang kini dihadapi Prabowo. Itu soal bahaya korupsi dan rapor merah demokrasi.
Korupsi bukan sekadar masalah moral atau etika; ia adalah penyakit sistemik yang merusak tatanan ekonomi.
Prabowo sendiri sudah menyadari itu. Jauh-jauh hari ia sudah mengatakan kepada partai politik pendukungnya: Jangan menugaskan menteri cari uang dari APBN!
Korupsi ibarat karat yang menggerogoti mesin negara. Ketika dana publik disalahgunakan atau bocor, pembangunan infrastruktur terhambat, investasi tidak datang, dan masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan.
Transparency International membuat indeks. Di tahun 2014: Skor persepsi korupsi Indonesia adalah 34, dengan peringkat 107.
Di tahun 2023: Skor tetap di 34, namun peringkat turun menjadi 115.
Meskipun skor tidak berubah, penurunan peringkat menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu diperkuat.
Menurunnya kualitas demokrasi juga perlu mendapatkan perhatian. Economist Intelligence Unit membuat indeks demokrasi.
Di tahun 2014: Skor demokrasi Indonesia adalah 6,95, menempati peringkat 49.
Namun di tahun 2023: Skor Indonesia turun menjadi 6,53, dengan peringkat 56. Indeks demokrasi Indonesia menurun.
Kelemahan demokrasi ini tampak pada melemahnya lembaga-lembaga untuk check and balances, seperti melemahnya DPR dan partai politik.
Demokrasi yang sehat adalah fondasi penting untuk mencapai kemajuan ekonomi yang berkelanjutan. Tanpa demokrasi yang kuat, kebijakan ekonomi sering kali diambil tanpa konsultasi publik yang cukup, sehingga legitimasi dan dukungan terhadap kebijakan menjadi lemah.
Maka reshuffle kabinet diperlukan sebagai cara Prabowo membuat para menteri bekerja maksimum.
Apalagi kabinet Prabowo lumayan “gemuk.” Jika bertambah menteri dan wakil menteri tak menjadi tambahan prestasi, reshuffle kabinet sejak tahun pertama, bahkan enam bulan pertama menjadi pilihan.
Reshuffle kabinet yang dilakukan sejak 6 bulan hingga 1 tahun pertama harus menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa kementeriannya diisi oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki integritas tinggi.
Jika ada menteri yang tidak mampu menjalankan visi besar untuk Indonesia, maka mereka harus segera diganti. Ini akan memberikan sinyal yang kuat bahwa Prabowo memiliki standar yang tinggi dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif dan bersih.
Ini juga akan menjadi lonceng yang keras di telinga menteri dan wakil menteri. Mereka kini berada di bawah Presiden yang meletakkan standar yang tinggi agar kapal Indonesia cepat berlayar.
Kita bisa belajar dari contoh Lee Kuan Yew di Singapura. Dalam masa pemerintahannya, Lee menerapkan kebijakan yang sangat keras terhadap korupsi dan membangun pemerintahan yang bersih dan efisien.
Itu menjadi dasar kemajuan Singapura dari negara berkembang menjadi pusat keuangan global. Keberhasilan Lee membuktikan bahwa kepemimpinan yang bersih adalah kunci kemajuan ekonomi yang berkelanjutan.
Prabowo harus belajar dari pendekatan ini dan memastikan bahwa pemerintahannya tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pemerintahan yang bersih.
Denny JA juga menyinggung hasil survei lembaganya. Survei LSI Denny JA di bulan Oktober 2024 menunjukkan Prabowo berada di puncak favourability. Sekitar lebih dari 90 persen publik Indonesia menyukainya.
Sejak tahun 2009, dalam survei LSI Denny JA, Prabowo tak pernah memiliki favourability setinggi itu. Kini harapan publik sangat tinggi padanya.
Namun harapan publik yang tinggi adalah pedang bermata dua. Ia bisa menjadi basis legitimasi agar Presiden Prabowo berani membuat kebijakan keras seperti zero toleransi atas korupsi.
Harapan yang tinggi dapat pula punya risiko publik mudah kecewa. Itu jika sampai 100 hari pertama, enam bulan pertama, setahun pertama, belum ada tanda-tanda prestasi pembeda dari Prabowo, harapan itu cepat kempis.
Jika Prabowo berhasil, ia tidak hanya akan dikenang sebagai presiden, tetapi sebagai seorang pemimpin yang memandu Indonesia ke arah kebangkitan baru di panggung global.***
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano