“Undangan itu terasa bukan sekadar pemberitahuan administratif,” ujar Denny JA. “Ia datang sebagai pengakuan sunyi namun besar, bahwa eksperimen kecil yang saya mulai bertahun-tahun lalu ternyata menggema hingga ke panggung internasional.”

Sebagai bentuk apresiasi dari BRICS—organisasi global yang mewakili 45% populasi dunia—penghargaan ini sekaligus menandai perjalanan panjang puisi esai. Genre tersebut bermula dari pertanyaan sederhana: bisakah puisi menjadi indah sekaligus faktual, naratif, dan menyuarakan luka sosial?

Eksperimen itu berkembang menjadi bentuk baru sastra Indonesia yang:

  • memadukan estetika puisi dengan kedalaman laporan sosial,

  • menciptakan ruang dokumentasi bagi tragedi dan harapan,

  • melahirkan komunitas penulis lintas generasi,

  • serta menginspirasi festival regional, seperti ASEAN Poetry Essay Festival yang tahun ini diselenggarakan di Malaysia.

Denny JA menegaskan bahwa inovasi sastra tidak cukup hanya diciptakan—ia harus dibangun ekosistemnya. Melalui Denny JA Foundation, ia mendirikan dana abadi untuk memastikan puisi esai terus bertumbuh melampaui dirinya.

“Kadang, langkah kecil yang kita ayunkan sendiri tanpa sorotan, ternyata membentuk jalan yang dilihat dunia,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano