Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Hutang. (ilustrasi/aktual.com)
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Hutang. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Masih adanya praktik korupsi di pemerintahan, seperti yang terjadi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang pegawainya tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah mengusik Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saat ini Presiden Jokowi fokus dengan tiga hal yang perlu dibenahi dalam pengembangan ekonomi Indonesia. Pertama, pemberantasan korupsi dan pungutan liar. Kedua, inefisiensi birokrasi. Ketiga, ketertinggalan infrastruktur.

“Program-program deregulasi pemerintah dilakukan untuk menjawab tantangan dalam ketiga aspek tersebut,” ujar Presiden di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016, ‘Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi’, di Jakarta, ditulis Rabu (23/11).

Makanya, kasus OTT pegawai pajak oleh KPK pada Senin malam lalu, jangan sampai terjadi lagi. “Kits harus bersama-sama untuk melawan korupsi,” tegas dia.

Karena jika itu terus terjadi, kata Presiden, akan mengganggu laju perekonomian yang terus membaik.

“Jadi apabila hal tersebut (perang melawan korupsi) dapat diselesaikan, Indonesia akan memiliki sebuah fondasi yang kuat untuk tinggal landas menuju level yang lebih baik,” ujar Jokowi.

Presiden optimis terhadap perekonomian Indonesia ke depannya. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia, dibandingkan negara lain, masih pada posisi sangat baik. Seperti, beberapa indikator perekonomian lain, semisal laju inflasi dan defisit transaksi berjalan, berada pada tingkat yang terkendali.

“Tapi ita harus ingat, masih terdapat tantangan perekonomian, baik dari eksternal maupun domestik. Hanya dengan optimismelah kita bisa melalui tantangan dan rintangan-rintangan ke depan,” ujar Presiden.

Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, menekankan tiga potensi yang perlu dioptimalkan Indonesia, untuk mendorong resiliensi atau daya tahan perekonomian nasional.

Aspek pertama, kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah. Kedua, sumber pembiayaan ekonomi yang besar. Ketiga, perkembangan teknologi digital yang pesat dan mendukung kegiatan ekonomi.

“Seluruh potensi tersebut akan dapat memperkuat dan menggandakan manfaat dari potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia yang sudah lebih dulu dikelola dan telah dijadikan prioritas,” ujar Agus.

Bank Indonesia memandang bahwa kepercayaan pelaku ekonomi terhadap pemerintah akan terbangun lebih kuat apabila pihak-pihak terkait terus menjaga kedisiplinan dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter serta terus menjaga konsistensi kebijakan reformasi struktural.

Agus menambahkan, dari sisi sumber pembiayaan, program pengampunan pajak menjadi momentum yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dan menjadi modal penting untuk memperluas ruang fiskal secara sehat.

Saat ini, kata dia, perekonomian Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, baik dari sisi eksternal maupun domestik. Masalah struktural pada perekonomian global, yang penyelesaiannya memerlukan waktu, perlu diantisipasi.

“Karena resiliensi perekonomian domestik pun harus semakin dioptimalkan,” tegas Agus.

Untuk itu, Gubernur BI menegaskan pentingnya tiga fungsi dasar kebijakan publik, yaitu fungsi stabilisasi sebagai dasar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, fungsi alokasi untuk menjamin penggunaan berbagai sumber daya sesuai prioritas dan efisien, dan fungsi distribusi untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka