Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung yang mengusulkan pembacaan surat Pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang diajukan Forum Purnawirawan TNI dalam Sidang Paripurna DPR sebagai upaya membebaskan putra sulung Presiden Jokowi dari tawanan politik.
“Golkar ingin isu ini dibacakan dan ditindaklanjuti. Bukan ditindaklanjuti untuk dibahas, tapi untuk diberhentikan. Karena Golkar merasa isu ini akan menjadi semacam tawanan politik Gibran. Mereka tidak ingin ini jadi tawanan politik bagi Gibran,” papar Ray kepada Aktual.com.
Ray melihat partai berlambang pohon beringin bersikap seperti itu, karena faktor kedekatan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dengan mantan Presiden Joko Widodo, yang merupakan ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Bagi Golkar, untuk mereka tidak penting, tapi ada unsur Bahlil yang dikenal sebagai orangnya Jokowi, nah Jokowi ingin ini dituntaskan. Bagi mereka belum ada kepentingannya, tidak ada signifikannya. Lebih ada Bahlil saja, Bahlil kan orangnya Jokowi,” papar Ray.
Sementara itu Pengamat politik Chamad Hojin menilai, Langkah Golkar yang meminta usulan pemakzulan Gibran segera dibacakan di Sidang Paripurna DPR RI bukanlah sebagai sikap resmi partai. Karena menurutnya apa yang disampaikan Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung hanya pernyataan pribadi saja.
“Masih sikap personal, Golkar secara resmi belum bersikap,” ucapnya.
Meski masih pernyataan pribadi, Chamad melihat, Golkar ingin usulan pemakzulan Gibran dituntaskan, sehingga ada kejelasan dan tidak dibiarkan menjadi bom waktu bagi Gibran. Selain itu partai yang di nahkodai oleh Bahlil ini menurutnya masih patuh pada pemerintahan Prabowo meski ada kedekatan antara Bahlil dengan Jokowi.
“Golkar, saya kira masih tunduk patuh terhadap Presiden. Meskipun ada persepsi Ketum Golkar Bahlil orangnya Jokowi, tidak mungkin berani bermanuver. Apalagi usulan segera dibacakan masih pendapat pribadi, bukan pendapat resmi Golkar. Bisa juga usulan pembacaan itu bagian dari tes ombak,” paparnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahad Doli Kurnia Tanjung menilai Surat Pemakzulan yang diajukan Forum Purnawirawan TNI ke DPR RI sebagai sebuah gerakan dan sikap politik yang tidak mudah dilakukan. Karena gerakan ini harus mengikuti aturan hukum yang berlaku. Namun ia tidak mempermasalahkan dorongan pemakzulan tersebut. Dan menurutnya DPR sebaiknya membacakan saja surat tersebut agar tidak menimbulkan polemi berkepanjangan.
“Menurut saya tadi sekali lagi biar engga digoreng goreng ke sana ke mari, bacakan, minta pendapat masing masing fraksi, jadi, jadi pebdapat DPR. Kalau semua mayoritas bilang ini tidak memenuhi syarat. Selesai. Case close,” kata Doli di acara Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (10/7/2025) yang dikuti Aktual.com.
Diamnya PDIP Diantara Desakan Pemakzulan Gibran
Pengamat poitik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, diamnya PDIP yang pernah menaungi Jokowi dan Gibran dalam riuh desakan pemakzulan Wakil Presiden yang diajukan Forum Purnawirawan TNI karena partai tersebut belum melihat adanya urgensi dan manfaat langsung. Meskipun upaya untuk mengajak PDIP masuk koalisi pendukung Presiden Prabowo terus menguat.
“Tapi kelihatannya Ibu Mega belum menerima, berbeda dengan pengurus DPP dan fraksi PDIP di DPR yang sudah mau masuk di pemerintahan. Ibu Mega belum sreg masuk di dalam. Ibu Mega fokusnya masih soal Hasto,” ucap Ray.
Dorongan pemakzulan Gibran bisa bertahan lama bagi partai politik termasuk PDIP. Menurut Ray, bila mereka menggulirkan kembali usulan ini menjelang Pilpres 2029, targetnya bukan untuk menjatuhkan Gibran dari kursi Wapres. Tapi, lebih untuk mendegradasi elektabilitas dan popularitas Gibran.
Hal sama menurutnya berlaku untuk fraksi fraksi partai politik yang ada di DPR RI. dorongan pemakzulan Gibran, ijazah palsu Presiden Jokowi hingga akun fufufafa bisa menjadi alat dan senjata kedepan.
“Mereka merasa perlu di tabung sebagai bagian dari negosiasi politik. Ya menguntungkan bagi mereka kalau tidak segera membacakannya. Menguntungkan juga bagi partai lainnya yang tidak mendesak untuk dibacakan,” ucapnya.
“Kalau ternyata makin membesar boleh jadi mereka mendorong lagi isu ini. Jadi isu ini dikotakkan dulu, disimpan dulu, kapan-kapan waktu, ya, mungkin bisa dikeluarkan. Isu ini semacam sandera politik yang menjelang pilpres 2029 bisa dimainkan isunya,” tambahnya.
Menurut Ray, bila mereka menggulirkan kembali usulan ini menjelang Pilpres 2029, targetnya bukan untuk menjatuhkan Gibran dari kursi wapres. Tapi, lebih untuk mendegradasi elektabilitas dan popularitas Gibran.
“Apakah akan dimakzulkan atau tidak, itu bukan target, targetnya elektabilitas Gibran, makanya akan dimunculkan jelang Pilpres, menganggu elektabilitas Gibran,” ungkap Ray.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

















