Jakarta, Aktual.com – Ketua Pansus Pelindo DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengingatkan PT. Pelindo II untuk hati-hati agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembangunan pelabuhan Kijing. Sebab, dana pembangunan pelabuhan tersebut menggunakan global bond (surat utang bervaluta asing) sebesar Rp 21 triliun.

Menurut Rieke, penerbitan global bond itu sedianya untuk membiayai pembangunan Kali Baru (NPCT 1), Pelabuhan Sorong, Kijing, Tanjung Carat dan Car Terminal. Namun, proyek-proyek seperti Pelabuhan Sorong, Kijing dan Tanjung Carat belum bisa dilanjutkan akibat persoalan administrasi yang belum beres.

Hal ini, kata dia, menjadi fakta bahwa global bond yang telah dilakukan tidak melalui perhitungan yang matang. Akibatnya, pihak Pelindo II sekarang terbebani bunga hutang (di luar pokok hutang) sebesar Rp 1 triliun per tahun.

Pembayaran bunga tersebut diambil dari laba PT Pelindo II yang juga berasal dari anak perusahaan, bukan dari hasil pengembangan dana global bond. “Artinya, bisa jadi ada indikasi kerugian negara di proses tersebut,” tutur Rieke.

Pada kesempatan yang sama anggota Pansus Pelindo Refrizal, menyatakan bahwa masalah pelabuhan ini sangat vital karena memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian Kalbar. Selama ini untuk mengekspor salah satu komoditas utama Kalbar yaitu Crude Palm Oil (CPO), pengiriman harus melalui pelabuhan tetangga seperti Belawan sehingga pemerintah setempat tidak mendapatkan pajak dari kegiatan ekspor tersebut.

“Sampai saat ini kita tidak dapatkan devisa karena kita ekspor CPO dari pelabuhan lain. Makanya kita minta apa yang menjadi hambatan, untuk mempermudah dan mempecepat sehingga pembangunan pelabuhan laut di Kijing segera terealisasi pada tahun 2019,” tegas politisi PKS itu.

Hal senada juga disampaikan Direktur Teknik dan Managemen Resiko PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Dani Rusli Utama mengatakan pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing ini sudah mendesak terutama menurunkan logistik cost ekonomi yang ada di Kalimantan Barat.

Sementara itu, lanjutnya, Pelabuhan Dwikora saat ini sudah dioptimalisasi dan invest alat hingga kapasitas meningkat 2-3 kali lipat. “Jika semula kapasitas kita 100 ribu Teus, sekarang sudah meningkat menjadi 250 ribu Teus,” katanya.

Namun, sambung dia, seiring waktu lahan yang ada sudah tidak memadai kemudian kapal yang hanya bisa masuk ke pelabuhan Pontianak relatif kecil. Padahal dari tahun ke tahun kebutuhan kapal bertambah besar. Sehingga kapal besar tidak bisa masuk ke Pelabuhan Pontianak yang hanya memiliki kedalaman 6-7 meter saja.

Sementara untuk Pantai Kijing yang diusulkan akan dibangun pelabuhan yang memiliki kedalaman 12-15 meter, dengan harapan kapal besar dapat masuk. Kemudian dalam pembangunannya, harus memenuhi 3 prinsip diantaranya terminal peti kemas, curah cair dan multipurpose.

“Tahap pertama kita ajukan terminal peti kemas yang berfungsi sebagai multipurpose yang panjangnya sekitar 500 meter -1 KM, sementara untuk arealnya diperlukan 50-100 hektare,” imbuhnya.

“harapannya kapal-kapal yang datang bisa terlayani dengan baik di sini, kemudian biaya yang biasa pakai kapal kecil bisa lebih murah karena volumenya lebih murah,” tukasnya.

Kemudian dampak yang diharapkan adalah antisipasi ekonomi Kalimantan Barat yang dari tahun ke tahun meningkat.

“Apalagi kita akan ada panen raya CPO, tambang bauksit, kemudian industri tambang yang besar dapat difaslitasi,” pungkasnya.

Laporan: Nailin in Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid