Jakarta, Aktual.co — Usia dan keterbatasan kemampuan tidak menjadi persoalan dalam berkreativitas, demikian pesan sosial dari Konser Symponi Bianglala yang menampilkan pianis lanjut usia dan anak berkebutuhan khusus (autis).
Konser Symponi Bianglala digelar oleh Majelis Taklim Al Hasanah, bertempat di kediaman pemerhati budaya dan penulis buku Dewi Pandji, Taman Malabar, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (27/10).
Pergelaran itu menghadirkan sekitar 15 pianis dari berbagai usia dan latar belakang mulai dari anak usia 7 tahun, hingga penderita autis dan lanjut usia.
Pianis tertua Garniati Soemardi (80) tampil memainkan musik “Mother How Are you Today” serta Doa dan Restu. Mulyati Sahar (74) pianis lainnya memainkan musik “May Way dan “Misty”.
Dua anak berkebutuhan khusus yakni Nizam (19) membawakan musik klasik “Claudine” dan Rula (11) asal Bogor memainkan musik “Twinkle Twinkle Little Star” secara duet dengan pelatih pianonya Daty Sutardi.
Pianis lainnya, Zahrah (7) membawakan “Romace D’amour dan “Heart”. Gariela Sekar Tyasrinestu (13) siswi SMP Regina Pacis ini tampil membawakan “Conan D” dan “Pay Phone”.
Menurut Garniati Soemardi (80) usia lanjut bukan menjadi halangan untuk berkreativitas. Baginya bermain piano dapat menumbuhkan semangat, menghilangkan stres dan kegalauan karena faktor usia.
“Kami masyarakat lanjut usia ini jangan diabaikan, beri kami wadah agar kami bisa berkontribusi dalam pembangunan. Karena lanjut usia bukan berarti kami tidak bisa berkarya,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Mulyati Sahar (74) yang sudah berlatih piano selama tujuh bulan untuk mengisi masa pensiunnya di rumah.
“Memainkan piano ini bisa membantu kami yang sudah usia lanjut untuk bisa berfikir positif, mengekspresikan diri,” sambungnya.
Daty Sutardi (65) guru piano para pianis ini mengatakan, piano dapat menjadi terapi otak kiri, otak kanan dan otak tengah dan membuat orang yang memainkannya mendapatkan kepuasan dan ketenangan.
“Piano dapat menjadi terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus (autis), mereka yang hiperaktif ini, saat bermain piano justru lebih kalem dan fokus dalam menguasai setiap lagu-lagu yang diajarkan,” ucap Daty yang juga anak dari guru besar IPB Prof Sutardi.
Menurut Daty, mengajarkan piano kepada berbagai kalangan mulai dari remaja, anak usia dini, lansia hingga autis tidaklah sulit, hanya perlu menjadi pendengar yang baik, tulus, dan mengenalkan piano dengan menumbuhkan kesukaan pada masing-masing muridnya.
“Saya memulainya dengan menampilkan permainan piano di depan mereka. Dengan demikian, jika mereka menyukainya maka tumbuh keinginan untuk menekuninya,” kata Daty yang sudah menjadi pelatih piano selama 19 tahun.
Penulis buku dan pemerhati budaya Bogor, Dewi Pandji mengungkapkan, koser bertajuk “Symponi Bianglala” merupakan yang kedua kali digelarnya dalam rangka melestarikan seni dan budaya.
“Selain melestarikan seni dan budaya, di sini yang tampil dari berbagai usia dan kalangan, pesannya adalah usia maupun keterbatasan kemampuan tidak menghalangi kita untuk berkreativitas selama wadahnya tersedia,” kata Dewi.

Artikel ini ditulis oleh: