Kebijakan Menteri ESDM Ignasius Jonan berbalik arah, secara perlahan-lahan ia memenuhi keinginan Freeport. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Berdiri diatas kaki sendiri (Bedikari), setidaknya kata itu menjadi modal semangat yang tumbuh dalam diri rakyat Indonesia, karenanya sudah berpuluh-puluh tahun rakyat merinduk pertambangan emas di Papua yang dikuasai oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) agar dapat kembali kepangkuan ibu pertiwi.

Rakyat Indonesia menginginkan ekploitasi di Indonesia Timur itu dilaku secara berkeadilan, menjadi penting makna untuk menguasai mayoritas saham bagi rakyat Indonesia karena hal demikian terkain kewenangan pengendalian dan kedaulatan bagi negara.

Karena itu Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengungkapkan; berbagai desakan dan upaya merealisasikan pengambilan sebagian besar saham dari Freeport tidak henti-hentinya dikobarkan rakyat Indonesia, namun upaya itu kandas ditangan pejabat yang tidak punya nyali kepada perusahan asal Amerika Serikat itu dan lebih memilih mengkhianati rakyat

Bahkan tegas Daeng, sesungguhnya kewajiban divestasi bukan hanya berada pada UU No 4 Tahun 2009 dan MOU 25 Juli 2014, namun dalam Kontrak Karya (KK) sediri telah ditegaskan pada Pasal 24 angka 2.

“Padahal divestasi saham Freeport kepada pemerintah Indonesia adalah sebuah keharusan sebagaimana yang termuat dalam Kontrak Karya dan Berbagai peraturan perundang undangan di Indonesia,” kata Daeng, Rabu (11/10).

Lalu untuk pembangunan smelter juga telah ditegaskan dalam KK. Namun sejak tahun 1967 sampai dengan saat ini pengolahan dan pemurnian di dalam negeri hanya sebagian kecil yang dilaksanakan.

Kemudian UU No 4 tahun 2009 menegaskan kembali kewajiban perusahaan pertambangan termasuk PTFI untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby