Parahnya, ‘pengkhianatan’ pejabat ini tidak hanya sebatas pengunduran waktu divestasi dan pembangunan smelter, namun juga merugikan Indonesia dengan perizinan ekpor konsentrat.

“Tidak sampi disitu, pemerintah Jokowi juga memberikan kelonggaran nilai bea keluar atas eksport Freeport. PT FI dari yang seharusnya 7,5 persen menjadi hanya 5 persen. Kebijakan ini melanggar peraturan Menteri Keuangan. Pemberian kelonggaran ini didasarkan pertimbangan adanya kemajuan fisik kemajuan smelter, padahal tidak ada sama sekali kemajuan dalam pembangunan smelter,” ujar Daeng.

Seharusnya tegas Daeng, pemerintah konsisten untuk menegakkan UU Minerba sebagai dasar dalam negoisasi dengan PT FI, namun faktanya Pemerintahan Jokowi yang sektornya dipegang oleh Menteri ESDM, Ignasius Jonan tidak lebih berani dari apa yang diharapkan.

“Di depan media massa Pemerintah Jokowi dan menteri ESDM Ignatius Jonan memperlihatkan wajah nasionalis, sok keras dan sok tegas kepada Freeport. Namun faktanya pemerintah justru memberikan toleransi kepada Freeport untuk tidak menjalankan kewajiban kepada Negara Indonesia sebagaimana UU yang berlaku. Lebih menjijikkan lagi sudah mendiscont berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut, eh malah Freeport menolak tindakan murahan pemerintah,” pungkas dia.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby