Wakil MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono. DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Pimpinan MPR RI Koordinator Bidang Pengkajian, Edhie Baskoro Yudhoyono, atau Ibas, mendorong penguatan etika ketatanegaraan dalam sistem ketatanegaraan melalui kajian substantif yang tidak hanya menjadi rujukan MPR, tetapi juga seluruh elemen bangsa demi memperkuat demokrasi dan konstitusi.

Hal tersebut ditegaskan Edhie Baskoro, yang juga merupakan Wakil Ketua MPR RI, dalam Rapat Pleno Komisi Kajian Ketatanegaraan di Gedung Nusantara V MPR RI, Rabu (1/10).

Dalam rapat yang menghadirkan narasumber Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Guru Besar Filsafat Agama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibas menekankan bahwa etika harus menjadi fondasi utama dalam setiap proses politik dan kenegaraan.

“Etika bukan hanya sekadar ajaran moral, tapi fondasi konstitusional dan politik kenegaraan,” ujar lulusan S3 Doktor IPB University ini.

Lebih lanjut, Ibas yang juga merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI mengajak semua lembaga negara dan elemen masyarakat untuk menjadikan etika sebagai arah dalam tindakan dan kebijakan.

“Kami di DPR juga mendapatkan tekanan dari publik untuk lebih terbuka, lebih akuntabel, lebih mendorong sifat-sifat yang mendekati integritas yang sempurna,” sebutnya.

Momen peringatan Hari Kesaktian Pancasila, menurut Ibas, menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan nilai-nilai dasar bangsa dan memperkuat akar ideologis negara. Ia menyitir ungkapan Latin “acta non verba” (perbuatan, bukan kata-kata) sebagai pengingat pentingnya keteladanan etis dalam kepemimpinan.

“Kita juga ingin adanya keteladanan dari para pemimpin kita, para pemangku hajat kita, termasuk wakil-wakil rakyat dan kita semuanya,” ungkapnya.

Dalam sambutannya, ia juga menekankan pentingnya membangun etika dalam tiga ranah utama: struktural, kultural, dan individual.

“Struktural, negara kita harus menginternalisasi integritas dan akuntabilitas. Kultural, masyarakat harus menjadikan nilai-nilai luhur sebagai identitas kolektif. Dan secara individual, setiap anak bangsa harus mampu berpikir dan bertindak secara etis,” papar Ibas.

Anggota Dapil Jawa Timur VII ini pun menggarisbawahi bahwa pembentukan budaya etika konstitusional menjadi penting di tengah tantangan pragmatisme politik dan erosi kepercayaan publik.

“Etika memberi orientasi moral di tengah kompleksitas zaman. Kita perlu keberanian bersuara demi kebenaran dan kesediaan untuk mendengar semua sisi—audi et alteram partem,” ucapnya.

Sebagai penutup, Edhie Baskoro mengajak seluruh peserta untuk terus menjaga semangat kebangsaan dan tidak melupakan komitmen etis dalam membangun masa depan Indonesia.

“Mari kita berikhtiar agar setiap kebijakan, tindakan politik, dan perilaku sosial benar-benar berakar kepada nilai-nilai etika yang luhur,” tegasnya.

Adapun Prof. Komarudin dalam paparannya juga mengingatkan pentingnya menempatkan etika sebagai roh kehidupan berbangsa.

“Hukum itu badannya, etika itu rohnya. Jadi kalau badan tanpa roh itu zombie namanya. Tapi roh tanpa badan ya gentayangan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Pancasila sejatinya telah mengandung aspek moral, etika, dan akhlak yang seharusnya menjadi orientasi bersama bangsa.

“Selama ini Pancasila seakan-akan berkembang jadi mitos. Yang dipuji di abstrak, tapi tidak pernah down to the earth. Padahal itu rohnya kehidupan berbangsa,” tegasnya.

Rapat yang merupakan bagian dari Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI ini diharapkan dapat menghasilkan kajian mendalam yang dapat menjadi pijakan etik dan konstitusional bagi seluruh lembaga negara: eksekutif, legislatif, yudikatif, serta masyarakat luas.

Rapat pleno tersebut dihadiri oleh para pimpinan dan anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, antara lain Taufik Basari, Martin Hutabarat, Rambe Kamarul Zaman, dan Ajib Hamdani, serta sejumlah tokoh nasional dan akademisi.

Hadir pula sebagai narasumber utama, Guru Besar Filsafat Agama Prof. Dr. Komarudin Hidayat, yang memberikan pandangan filosofis dan reflektif terkait pentingnya etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.