Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI, Adies Kadir menyebutkan bahwa ketentuan Pasal 151 huruf a UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) tidak membatasi para pengemudi taksi dalam jaringan dalam mencari nafkah.
“Ketentuan pasal a quo tidak menghalangi Pemohon untuk mencari nafkah sebagai pengemudi transportasi aplikasi berbasis teknologi,” ujar Adies di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (8/2).
Adies mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku perwakilan dari DPR RI dalam sidang uji materi UU LLAJ yang dimohonkan oleh tiga orang pengemudi taksi dalam jaringan.
DPR berpandangan bahwa dalil Pemohon yang menyatakan pasal a quo tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, bersifat asumtif belaka.
Menurut DPR pasal a quo justru memberikan pengakuan, jaminan, dan perlindungan bagi angkutan seperti taksi dengan mengatur tarif, wilayah operasi, perusahaan berbadan hukum, dan persyaratan angkutan orang lainnya.
“Hal ini bertujuan untuk mewujudkan penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat,” jelas Adies.
Lebih lanjut Adies mengatakan bahwa Pemerintah juga telah memfasilitasi angkutan berbasis aplikasi dengan aturan yang lebih detil seperti PM Nomor 108 Tahun 2017.
“Dalam peraturan tersebut (PM Nomor 108 Tahun 2017), Pasak 26 sampai dengan Pasal 29 mengatur tentang angkutan sewa khusus,” tambah Adies.
Para Pemohon yaitu; Etty Afiyati Hentihu, Agung Prastio Wibowo, dan Mahestu Hari Nugroho yang berprofesi sebagai pengemudi taksi berbasis aplikasi mempersoalkan Pasal 151 huruf a UU LLAJ.
Adapun Pasal 151 huruf a UU LLAJ menyebutkan,”Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi”.
Dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan ketentuan a quo belum mengakomodasi taksi dalam jaringan sebagai salah satu penyedia jasa angkutan sehingga dianggap merugikan para Pemohon.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara