Semarang, Aktual.com – Tiga Parpol yakni PPP, PDIP, dan PKS di DPRD Kota Pekalongan menolak menghadiri rapat-rapat alat kelengkapan dan sidang rapat paripurna dewan. Pasalnya, pembentukan alat komisi-komisi dewan dinilai cacat hukum, lantaran penetapan dan penyusunan alat kelengkapan dewan tidak disetujui bersama dalam badan musyawarah (Banmus).

“Ilegal. Cacat prosedur, tanpa melalui rapat banmus yang dihadiri oleh seluruh alat kelengkapan dan tiba-tiba di sidang diparipurnakan,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Pekalongan, Abdul Rozak, Senin (23/1).

Dia menyatakan, penetapan alat kelengkapan yang sekarang ini ilegal. Sebab, dalam penetapan tartib persidangan dapat diganti untuk diajukan maupun diusulkan kembali jangka waktu 1/2 periode masa jabatan. Dengan begitu, segala produk hukum dan kebijakan yang disahkan terdapat cacat prosedur yang melanggar formil. “Bagi kita tidak masalah, jika penetapan pengisian jabatan ketua komisi-komisi dan koordinator Wakil Ketua DPRD dilakukan secara legal, artinya melalui prosedur benar. Kita ditelikung, tanpa prosedur benar,” tambah dia.

Bagi dia, sebagai politisi Partai Persatuan Pembangunan yang menjadi alasan pokok menolak menghadiri segala persidangan dan rapat komisi bersama koalisi partai lainnya berjumlah 12 suara, yakni PDI-Perjuangan, dan Partai Keadilan Sejahtera.

Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Pekalongan, Diab Balgies menetapkan nama-nama alat kelengkapan dewan bersama tiga koalisi partai lainnya yang berjumlah 18 suara kursi, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerinda, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Saat ini, rapat paripurna maupun rapat komisi yang diselenggarakan tidak pernah dihadiri 12 anggota dewan. Dengan begitu, roda pemerintahan kota Pekalongan terancam berhenti, lantaran keputusan kebijakan tidak pernah qourum.

Sementara, ditanya apakah ke-12 anggota masih mengikuti agenda kunjungan kerja, anggota DPRD lain, Mabrur Salim menyebutkan kunjungan kerja merupakan hak setiap anggota dewan. Namun, menurutnya, persoalan rapat-rapat dan sidang berkaitan melahirkan produk hukum dan kebijakan yang dinilai cacat prosedur. “Masalahnya itu ilegal. Jadi, hasil alat kelengkapan sebagai keputusan kebijakan masyarakat itu yang kami permasalahkan. Dalam rapat undangan itu adalah menghadiri sidang rapat kuartal I, tapi persidangan paripurna diganti penelatan alat kelengkapan,” tandas politisi PPP itu.

(Muhammad Dasuki)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan