Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite ke dalam mobil tanki BBM untuk didistribusikan ke sejumlah SPBU di wilayah Jawa Timur di Terminal BBM Pertamina Surabaya Group, Surabaya, Jatim, Selasa (10/11). PT Pertamina (Persero) menyebutkan realisasi penjualan BBM jenis Pertalite secara nasional sejak akhir Juli hingga Oktober 2015 telah mencapai 178,23 juta liter, dengan pencapaian outlet Pertalite mencapai 1.642 SPBU dari target 1.920 SPBU pada akhir tahun. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/15.

Jakarta, aktual.com- Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyampaikan bahwa sektor migas masih mejadi fundamental bagi pembangunan nasional, sehingga pemerintah tidak boleh memandang sebelah mata akan pembenahan tata investasi sektor ini.

Menurutnya dalam setiap Rp 1 triliun investasi sektor hulu migas dapat menyerap 13.670 tenaga kerja, serta dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui gaji sebesar Rp 473,76 miliar.

“Apabila dalam satu bulan tidak ada supply Bahan Bakar Minyak (BBM) di tengah masyarakat, maka akan terjadi kekacauan secara nasional dan distribusi berhenti secara total,” ungkap Komaidi secara tertulis, Senin (1/5)

Kemudia untuk wacana Penuhi Kebutuhan Migas lewat Impor dinilai akan mempunyai banyak konsekuensi yang harus ditanggung, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh rakyat. Pemerintah harus merogoh kocek untuk mengimpor migas sekitar USD 50 miliar per tahun, atau sekitar 42 persen dari total cadangan devisa.

“Jumlah itu belum termasuk impor elpiji, pelumas dan produk turunan lain. Meskipun pemerintah memiliki dana, belum tentu bisa impor. Untuk mengimpor migas, Indonesia harus bersaing dengan negara lain yang juga importir migas. Indonesia bersaing dengan Jepang, India dan Cina, yang negaranya tidak punya pasokan energi yang besar,” kata dia.

Selain itu, apabila Indonesia tidak memiliki industri migas, Indonesia akan kehilangan investasi sekitar Rp 180 triliun hingga Rp 300 triliun setiap tahunnya. Serta Kehilangan penerimaan negara (APBN) dari pajak dan PNBP sekitar Rp 90 triliun hingga Rp 350 triliun.

” Selain itu, penciptaan nilai tambah ekonomi terhadap sektor pendukung dan pengguna migas akan berkurang signifikan. Apabila seluruh kebutuhan migas dipenuhi melalui impor, ketahanan energi dan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi sangat rentan. Indonesia akan sangat bergantung dengan negara lain,” tandasnya.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Andy Abdul Hamid