Jakarta, Aktual.com – Pengacara OC Kaligis keberatan kehadiran Jaksa Penuntut Umun (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang peninjauan kembali (PK) karena dianggap sudah tidak obyektif.
“Jaksa Yudhi Kristiana dalam sebuah media memprediksi hukuman yang lebih berat kepada saya dan itu akhirnya menjadi kenyataan,” kata kuasa hukum OC Kaligis, Desyana di Jakarta, Minggu (5/3).
Desyana mengatakan dalam keterangan jaksa kepada media bahwa tuntutan 10 tahun termasuk ringan, padahal bagaimana tuntutan tiga tahun dan vonis dua tahun terhadap M.Yaghari Bastara alias Gerry, anak buah Kaligis merupakan sumber berita dari KPK.
Dia menambahkan sejak semula hingga sekarang jaksa KPK hadir pada persidangan sudah sangat bernafsu untuk menghukum berat terhadap Kaligis, tidak obyektif, tidak memenuhi rasa keadilan karena adanya konflik kepentingan.
Kaligis melayangkan surat kepada Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan PK melalui kuasa hukum, yang intinya bahwa sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam risalah perkara No.33/PPU-XIV/2016 halaman 9.
“Pasal 263 ayat (1) UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang dikenal lain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo,” katanya.
Syarat tersebut hanya berlaku bagi jaksa untuk putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan yang menguntungkan terdakwa.
PK sebagai upaya hukum luar biasa yang dapat dilakukan terpidana atau ahli warisnya harus dipandang sebagai bentuk pelanggaran HAM bagi warga negara, karena seorang terpidana harus berhadapan kekuasan negara yang begitu kuat.
Dia menambahkan lembaga PK sebagai salah satu bentuk perlindungan HAM yang menjiwai kebijakan sistem peradilan pidana Indonesia.
Alasan lain keberatan itu karena jaksa telah melalui proses panjang mulai dari penyidikan, pemeriksaan, penuntutan dan putusan pada tingkat pertama, banding maupun kasasi dipandang telah memberikan kesempatan yang cukup bagi jaksa mengunakan kewenangan yang dimiliki untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
Atas dasar itu, selaku pemohon PK, menanggapi jaksa mengenai pasal 265 KUHAP sudah tidak relevan, menghadapi sidang PK bukan kewenangan jaksa berdasarkan putusan MK bahwa hak beracara pada jaksa cukup hanya sampai kasasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka