Jakarta, Aktual.co — Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, H Syamsulijar membantah adanya konsesi penjualan tambang oleh pemilik kuasa pertambangan emas, kepada investor Australia.
“Ada pihak tertentu yang mengisukan telah terjadi penjualan konsesi tambang di Aceh Selatan kepada investor asal Australia. Isu itu bohong tidak ada dasar,” katanya di Tapaktuan, Rabu (30/10).
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, kata dia, setiap penjualan konsesi tambang dari pemegang izin kepada investor asing harus melalui persetujuan pemerintah daerah.
Selama ini, kata dia, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan tidak pernah memberikan dan menyetujui penjualan konsesi tambang kepada pihak asing.
“Logika saja, apakah bisa menjual konsesi tambang itu secara sepihak tanpa sepengetahuan dan persetujuan Pemkab Aceh Selatan. Jawabannya tentu saja tidak mungkin,” tegas dia.
Menyangkut adanya informasi bahwa Pemkab Aceh Selatan akan mencabut tiga izin tambang beberapa perusahaan, menurut Syamsulijar belum bisa dipastikan, sebab pencabutan izin tambang tersebut masih sebatas wacana.
“Belum pasti. Pemkab Aceh Selatan tidak masalah pencabutan izin berujung kepada gugatan hukum, sehingga hal itu masih butuh pertimbangan yang matang,” paparnya.
Sebelumnya, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mengindikasikan ada enam perusahaan tambang di Kabupaten Aceh Selatan telah menjual konsesi atau izin tambang kepada perusahaan asing asal Australia sejak 2008 sampai 2011.
“Enam perusahaan itu mengantongi izin tambang emas yang diperoleh sejak 2006 hingga 2011. Akan tetapi, izin diduga dijual ke perusahaan asing. Indikasi sementara kerugian keuangan negara sudah mencapai lebih Rp20 miliar,” kata Koordinator GeRAK Aceh Askhalani.
Perusahaan pembeli asal Australia tersebut bernama Prosperiti Resources. Sedangkan enam perusahaan di Aceh Selatan, yakni PT Bintang Agung Mining.
Kemudian, PT Multi Mineral Utama, PT Mulia Kencana Makmur, PT Aneka Mining Nasional, PT Aspirasi Widya Chandra dan PT Arus Tirta Power.
Askhalani menyebutkan, dari enam perusahaan tersebut diperkirakan lebih 40 ribu hektare konsesi pertambangan emas sudah dijual ke pengusaha asing dengan transaksi ilegal senilai Rp1,5 miliar diberikan sebagai modal dasar.
“Mereka melakukan transaksi ilegal dengan donor dan dengan dana Rp1,5 miliar per perusahaan. Dana ini digunakan untuk membangun perusahaan dan mendapat izin lain yang belum didapatkan di daerah,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan, ke enam perusahaan tersebut hanya membayarkan pajak pada tahun pertama dan kedua (2006-2008) sebagai kedok bersih. Dari sisi lain, tidak diketahui pasti apakah donasi ke enam perusahaan tersebut sampai ke pihak lain di pemerintah pusat.
“Hasil investigasi GeRAK, kesalahan awal munculnya peluang tersebut adalah kebijakan yang keliru kepala daerah. Hal ini terjadi karena terjadi konflik kepentingan pribadi dan pemerintah dalam proses pemberian izin,” kata Askhalani.
Artikel ini ditulis oleh: