Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Partai Hanura yang juga calon legislatif (Caleg) DPD RI, Oesman Sapta Odang, tetap melawan pencoretan dirinya dari Daftar Calon Tetap (DCT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPU mencoret OSO dari DCT berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus Parpol menjadi anggota DPD.
Kuasa hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, pihaknya menganggap KPU telah melakukan pelanggaran administrasi sehingga melaporkan KPU ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Ini permohonan (karena ada) pelanggaran administrasi. Jadi kan Pak OSO menerima surat dari KPU meminta beliau mengundurkan diri dari partai dan itu dasarnya putusan MK,” kata Yusril di gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (24/9).
Surat pencoretan ini, kata Yusril, diterima OSO setelah ia ditetapkan sebagai Daftar Calon Sementara (DCS) oleh KPU.
Karena surat yang diterima Oso mengenai pencoretan namanya setelah KPU menetapkan Daftar Calon Sementara (DCS).
Belakangan, KPU mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 tahun 2018 yang melarang pengurus parpol menjadi calon DPD. Aturan ini pun membuat OSO tercoret dari DPT caleg DPD.
Menurut Yusril, putusan MK yang dijadikan dasar oleh KPU untuk membuat PKPU tidak tepat. Ia pun menyebut aturan ini sebagai hal yang aneh.
“Jadi, saya berpendapat bahwa kalau ada satu pasal bertentangan dengan UUD 1945, justru tidak perlu buat pengaturannya apalagi sampai dibuat petunjuk kepada KPU begini lho cara melaksanakannya. Saya kira itu aneh putusan MK seperti itu,” ujarnya.
Yusril berharap gugatan Oso ini bisa selesai di Bawaslu, sehingga tuduhan pelanggaran administrasi tidak menjadi sengketa yang bisa berbuntut menjadi kasus pidana di pengadilan.
“Misalnya pelaporan pelanggaran administrasi itu diterima, maka sebenarnya tidak diperlukan persidangan soal gugatan DCT itu. Karena otomatis beliau sudah memenuhi syarat dan tidak perlu mundur sebagai Ketum Hanura,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan