Jakarta, Aktual.com — ‎Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar 17.967.405 Riyal Saudi dan Rp 27.283.090.068. Kerugian negara itu didapat dari dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama, serta penyelewengan Dana Operasional Menteri (DOM).

Demikian disampaikan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat membacakan surat dakwaan untuk SDA, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/8).

“Bahwa terdakwa Suryadharma Ali telah melakukan beberapa kejahatan, secara melawan hukum dalam penyelenggaraan ibadah haji dan penggunaan DOM yang tidak sesuai dengan peruntukkannya,” papar Jaksa Supardi.

Dalam kasus penyelenggaraan ibadah haji, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu diduga telah menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.

“Selain itu terdakwa juga telah melawan hukum dengan mengangkat petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai dengan ketentuan, mengarahkan Tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah Indonesia di Arab Saudi tidak sesuai dengan ketentuan dan memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas,” jelas Jaksa.

Sedangkan dalam penyalahgunaan DOM, SDA disinyalir telah menggunakannya demi kepentingan pribadi. Jaksa KPK mengatakan, jika SDA pernah menggunakan DOM untuk berobat anaknya sebesar Rp 12.435.000 juta.

“Membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, untuk mengunjungi anaknya di Singapura yang sedang menempuh pendidikan, sejumlah Rp 226.833.050. Dipergunakan untuk membayar pajak pribadi pada 2011, langganan TV kabel, internet, pepanjangan STNK, Mercedes Benz, dan untuk kepentingan lainnya yang seluruhnya sejumlah Rp 936.658.685,” beber Jaksa.

Atas dakwaan tersebut, mantan Ketua Umum PPP itu dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby