Jember, Aktual.com – Forum Komunikasi Lembaga Swadaya Masyarakat (FKLSM) Kabupaten Jember menduga ada penyimpangan terkait aliran pengunaan dana percepatan penanganan Covid-19 pada APBD Kabupaten Jember tahun 2020.

Hal itu diungkapkan Juru Bicara (Jubir) FKLSM, Kustiono Musri atau akrab dipanggil Cak Kus dalam keterangan tertulisnya yang diterima tim redaksi di Jember, Senin (13/9).

“Iya benar rilis itu dari kami FKLSM, kebetulan sudah ditanda tangani koordinator FKLSM Gus Saif,” kata Cak Kus.

Dalam rilisnya FKLSM menjelaskan aliran dana percepatan penanganan Covid-19 yang bersumber dari refocusing anggaran APBD tersebut dengan total Rp 107 Miliar yang masih bermasalah sesuai LHP BPK RI.

Termasuk penggunaan anggaran miliaran yang bermasalah untuk pengadaan wastafel atau sarana cuci tangan di sekolah-sekolah hingga pasar dan kantor desa.

Sejumlah bukti-bukti data hasil temuan yang dimiliki FKLSM juga menjelaskan bahwa banyak pihak yang menerima honor selama pelaksanaan penanganan pandemi di Kabupaten Jember.

Dari satu SK yang ditanda tangani Bupati Faida saja ada sejumlah Rp 14,1 Miliar mengalir deras ke kantong-kantong pejabat, aparat, petugas pemakaman hingga relawan.

Bukti-bukti ini sempat diserahkan FKLSM kepada Pansus Covid-19 DPRD Jember awal pekan lalu.

“Kesan bancakan dana Covid-19 begitu kental. Semua kegiatan mendapatkan honor mulai Rp.100 ribu – 200 ribu per kegiatan sampai dengan honor perbulan mulai Rp.500 ribu/bulan sampai Rp.5,290 juta/bulan. Personilnya mulai level Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan PPTK,” tulis FKLSM dalam rilis yang ditanda tangani KH Ayyub Saiful Ridjal atau akrab dipanggil Gus Saif.

Di data lainnya FKLSM menyebut Bupati dan pejabat Forkopimda menerima honor. Menariknya tidak ada nama Kapolres dan Pimpinan DPRD seperti ketua ataupun para wakilnya.

Belakangan diketahui Kapolres saat itu AKBP Aries Supriyono sengaja menolak menjadi penerima honor.

Sedangkan Pimpinan DPRD tidak masuk diduga penyebabnya karena saat itu bupati bermasalah dengan DPRD Jember. Saat itu DPRD tengah melakukan proses politis dengan memakzulkan Bupati Faida.

“Di dokumen lain, tercatat ada juga anggota Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) yang mendapatkan honor. Namun hanya terbatas pada Bupati, Wakil Bupati, Ketua Pengadilan, Kepala Kejaksaan dan Komandan Kodim. Sedang Kapolres dan Ketua DPRD tidak tercantum dalam daftar Forkopimda penerima Honor,” tulis FKLSM.

Tidak hanya itu, bukti-bukti lainnya adalah mark up atau penggelembungan pengadaan peti mati dan kantong mayat.

Data yang ada menyebutkan ada pengadaan sejumlah peti mati seharga Rp 3 juta.

Sedangkan harga satuan yang disarankan sesuai Surat Menteri Keuangan S-275/MK.02/2020 tertanggal 6 April 2020 dan SK Menkes HK.01.07/MENKES/4344/2021 tertanggal 5 April 2021 harga yang disarankan sebesar Rp 1.750.000.

Sementara harga pengadaan kantong mayat seharga Rp 190 ribu sedangkan sesuai Kemenkes harusnya seharga Rp 100.000.

Di akhir rilisnya, FKLSM berharap dengan fakta-fakta yang ada, agar aparat penegak hukum penegak hukum bisa lebih bisa lebih serius menjalankan tugas dan fungsinya tanpa tanpa tebang pilih.

“Kedepan, kejadian seperti ini diharapkan tidak terulang dan bisa menjadi momentum bagi Jember menjadi lebih baik dalam segala hal,” pungkas rilis tersebut.

(Aminudin Aziz)

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi