Iklan kampanye pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam harian Media Indonesia pada Rabu (17/10) lalu. (AKTUAL/ TEUKU WILDAN)

Jakarta, Aktual.com – Pasangan calon (Paslon) Joko Widodo-Ma’ruf Amin dihantui bayang-bayang sanksi pidana lantaran diduga mencuri start iklan kampanye Pilpres 2019.

Hal ini diketahui setelah terdapat foto Jokowi-Ma’ruf yang disertai nomor urut paslon dan tagline dalam harian Media Indonesia edisi 17 Oktober 2018.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengakui jika foto tersebut berpotensi melanggar pasal 276 ayat (2) UU Pemilu karena mendahului jadwal iklan kampanye di media masa.

“Bisa terkena sanksi pidana,” kata Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja saat dikonfirmasi pada Rabu (17/10).

Senada dengan Bagja, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta juga memandang jika pemasangan foto dan nomor urut Jokowi-Ma’ruf.

“Ini diduga sebagai pelanggaran UU dan PKPU tentang Kampanye. Bawaslu harus menindak tegas kampanye di media masa yang belum saatnya disampaikan,” katanya kepada Aktual.

Menurutnya, foto tersebut sudah menampilkan pesan dan citra diri paslon tersebut. Karenanya, ia pun mendesak semua pihak untuk menindak dugaan pelanggaran ini.

“Demikian juga Dewan Pers sebagaiana MoU yg dibuat bersama Bawaslu dan KPU perlu menilai media masa yang memuatnya,” sebut Kaka.

Berdasarkan Pasal 276 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), iklan kampanye di media massa akan dimulai 21 hari sebelum masa tenang Pemilu 2019.

Masa tenang Pemilu 2019 sendiri dimulai pada 14 April 2019, atau tiga hari sebelum hari pemungutan suara.

Sedangkan dalam Pasal 492 UU Pemilu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 276 Ayat 2 UU Pemilu dipidana maksimal 1 tahun penjara dan denda maksimal Rp 12 juta.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera mengungkapkan jika ditampilkannya foto Jokowi-Ma’ruf dalam sebuah harian nasional menunjukkan bahwa semua elemen masyarakat harus berpartisipasi aktif mengawasi semua hal tentang Pemilu.

“Kedudukan sebagai Presiden memang punya dua sisi mata uang: selalu di cover media dan ada efek elektoral. Jadi, masyarakat dan media perlu mengawasi dan menilai,” jelas Mardani ketika dihubungi Aktual.

“Secara definisi tidak masuk kampanye. Tapi memang perlu evaluasi bersama,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan