Jakarta, Aktual.com — Politikus PDIP Masinton Pasaribu mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memanggil Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino atas dugaan gratifikasi terkait adanya nota dinas dari PT Pelindo II untuk pengadaan perabotan rumah dinas Menteri BUMN Rini Sumarno pada tanggal 22 September 2015.
“KPK jangan berlama-lama memanggil dan memeriksa RJ Lino dan Rini Sumarno,” ujar Masinton, Senin (5/10).
Selain itu, Masinton mengaku mendapat informasi bahwa RJ Lino telah memerintahkan seluruh pejabat Pelindo II untuk menghilangkan barang bukti nota dinas asli.
“Dan menghilangkan adanya transfer uang dari PTP anak perusahaan Pelindo II. Serta memerintahkan untuk menempeli stiker barang inventaris Pelindo II yang dikirimkan ke Rumah dinas Menteri BUMN,” ungkapnya.
Dirinya menilai, pemberian Dirut Pelindo II kepada Menteri BUMN sudah memenuhi unsur pelanggaran hukum tentang gratifikasi dan suap yang diatur dalam pasal 5 junto pasal 12 UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Maka dari itu, KPK diminta untuk segera mengusut kasus tersebut.
“Hukum harus tegak tanpa pandang bulu. KPK harus bergerak cepat tanpa ragu,” tandas Masinton.
Adapun penjelasan Masinton terkait UU Tipikor tersebut, yakni :
Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
Pasal 5 UU Tipikor:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a.) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b.) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1). Pasal 12 UU Tipikor :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) :
a.) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b.) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pengecualian dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tenggat waktu penyelenggara negara yg menerima barang wajib melaporkan ke KPK maksimal 30 hari. Kalau tdk melaporkan dapat diancam pidana sesuai dalam Ps.12 B ttg ancaman hukuman bagi yg menerima gratifikasi tanpa melaporkan ke KPK, adlh ancaman hukuman dgn dakwaan tindak pidana suap.
Pemberian barang perabotan untuk rumah dinas Menteri BUMN dari Dirut Pelindo II sejak bulan Maret 2015, faktanya hingga sekarang sudah berbulan-bulan tidak pernah dilaporkan ke KPK.
Pejabat Kementerian BUMN sudah mengakui adanya pengiriman barang dari Pelindo II ke rumah dinas Menteri BUMN, bahkan diakui pula adanya pengiriman barang lukisan dan sofa dari Betty RJ Lino yang merupakan istri dari Dirut Pelindo II.
Dalam nota dinas Pelindo II sangat terang tertulis barang perabotan ditujukan untuk rumah dinas Menteri BUMN. Jelas bahwa yang ditujukan adalah Menteri BUMN bukan Kementerian BUMN.
Berarti barang perabotan yang diberikan walaupun itu ke rumah dinas Menteri BUMN, yang berarti subyek hukumnya adalah orang, yakni Menteri BUMN. Bukan lembaga karena tidak ditujukan untuk Kementerian BUMN.
Artikel ini ditulis oleh: