Dalam aksinya massa mendesak Kabareskrim baru Komjen Pol Anang Iskandar untuk mengusut korupsi di pelindo dan menangkap Dirut Pelindo II RJ Lino yang diduga terlibat korupsi pengadaan mobil crane.

Jakarta, Aktual.com — Serikat pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Selasa (22/9). Sekitar 240 orang anggota JICT sepakat untuk menekan KPK agar mengusut tindakan berbau korupsi yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) RJ Lino.

Pantauan Aktual.com, massa JICT mulai menggeruduk gedung KPK sekitar pukul 10.25 WIB. Mereka pun langsung menggelar aksi demonstrasi, menyampaikan aspirasinya terkait dugaan korupsi perpanjangan konsesi JICT oleh Pelindo II kepada Hutchison Port Holding (HPH).

“Dalam Surat Dewan Komisaris Pelindo II Nomor 68/DK/PI.II/III-2015 tanggal 23 Maret 2015 dinyatakan bahwa harga JICT setara dengan 854 juta Dollar AS. Jadi, dengan uang penjuakan Hutchison USD215 juta maka sahamnya hanya 25 persen, bukan 49 persen seperti diusulkan Dirut Pelindo lewat konsultannya Deutsh Bank selama ini. Jika, saham Hutchison dipaksakan 49 persen, ada kerugian negara sebesar 212 juta Dollar AS atau hampir sekitar Rp 3 triliun,” kata Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim.

Sebagaimana dipaparkan Nova, angka penjualan ini jauh lebih rendah dari nilai yang muncul pada 1999 ketika JICT pertama kali diprivatisasi, yakni 243 juta Dollar AS, dan jumlah itu setara dengan keuntungan JICT dalam dua tahun. Dia menilai, ada potensi pendapatan Rp 35 triliun yang hilang saat JICT dijual Lino.

“Alibi Lino soal market yang akan dibawa pergi HPH merupakan pembodohan publik. Kita semua tahu bahwa volume peti kemas ekspor impor ditentukan oleh perdagangan internasional antar Indonesia dengan negara lain, bukan operator asing seperti Hutchison,” kata dia.

Nova menjelaskan, wacana penjualan JICT sudah dimulai Lino sejak 27 Juli 2012 melalui surat HK.566/14/2/PI.II-12 kepala CEO Hutchison. Hal ini dirasa janggal mengingat kontrak baru akan berakhir pada 2019. Lino, juga dianggap melanggar ‘good corporate governancek dengan berbohong soal tender terbuka. “Iklan Perpanjang konsesi JICT tanggal 8-9 Agustus 2014 di beberapa media nasional seperti Kompas, Bisnis Indonesia, dan lain-lain, memberitahukan bahwa perpanjangan konsesi JICT tidak ditender,” kata dia.

Nova pun menuding, jika Lino telah menerima gratifikasi berupa suvenir senilai Rp 50 juta dari Managing Director Hutchison Canning Fok. Pemberian terjadi setelah final meeting perpanjang konsesi JICT di Hongkong, 25 Juni 2015.

Serikat Pekerja, kata dia, heran dengan Lino yang mereka anggap telah mengkerdilkan bangsa sendiri karena tidak memberi kesempatan anakbangsa mengelola gerbang ekon nasional JICT. Mereka berpendapat, Lino seharusnya bisa menjadikan kepentingan nasional menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan strategis.

“Toh Lino sudah dapat global bond 1,6 miliar Dollar ASuntuk bangun proyek-proyeknya, lantas untuk apa JICT sebagai gerbang ekonomi kedaulatan ekonomi nasional dijuak untuk 20 Tahun ke depan?” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu