Jakarta, aktual.com — Proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banggai Tahun 2024 kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan kuat terjadinya pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 01, Ir. Sulianti Murad, S.H., M.M., dan Samsulrnyata. Dugaan tersebut semakin menguat menjelang pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang telah ditetapkan Mahkamah Konstitusi.
Pasangan ini diduga memanfaatkan program-program pemerintah untuk kepentingan politik praktis, khususnya menjelang PSU. Bahkan, tuduhan yang paling serius adalah dugaan janji pemberian uang tunai sebesar Rp100 juta yang disebut-sebut dilakukan di salah satu tempat ibadah, yakni Masjid Nurul Huda.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia sekaligus Ahli Hukum, Abdul Chair Ramadhan, memberikan pendapat hukum yang tegas dan tajam. Ia menyatakan bahwa tindakan menjanjikan uang dalam konteks kampanye politik di tempat ibadah tidak hanya menyalahi etika publik, tetapi juga melanggar hukum secara substansial.
“Pertama, perbuatan menjanjikan uang tersebut juga telah menjadikan tempat ibadah sebagai tempat kampanye. Demikian itu sebagai resultan dari keputusan dan/atau tindakan yang dibuat olehnya dan dimaksudkan untuk menguntungkan dirinya atau merugikan Paslon yang lain. Di sini terlihat adanya kausalitas dalam penggunaan kewenangan yang melawan hukum. Perbuatan tersebut bukan saja dapat mendiskualifikasikan Paslon Nomor Urut 01, namun juga yang bersangkutan dapat diproses hukum sebab perbuatannya itu terkualifisir sebagai perbuatan pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 69 jo Pasal 71 jo Pasal 187A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang,” tegas Abdul Chair, rabu (30/4).
Ia juga menyoroti unsur kesengajaan atau mens rea dalam tindak pidana tersebut. Menurutnya, unsur batiniah dalam tindakan menjanjikan uang itu sudah terpenuhi secara hukum, meskipun pelakunya mengklaim tidak menginginkan dampak tertentu terjadi.
“Kedua, dalam Pasal 187A Ayat (1) disebutkan ‘dengan sengaja’ sebagai unsur sikap batin (mens rea), yang mengandung alternatif gradasi kesengajaan (dolus/opzet). Dapat berbentuk ‘dengan maksud’ (als oorgmerk), ‘sadar kepastian’ (dolus directus) atau ‘sadar kemungkinan’ (dolus eventualis). Dengan demikian terhadap perbuatan menjanjikan uang sebesar Rp. 100.000.000,- yang dilakukan di tempat ibadah, walaupun akibat yang timbul (in casu akan menguntungkan dirinya atau merugikan Paslon yang lain) tidak dikehendaki olehnya, tetap saja yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. Hal ini sejalan dengan rumusan ‘sadar kepastian’ atau setidaknya ‘sadar kemungkinan’. Terlebih lagi, perbuatan itu dilakukan secara berlanjut dan terdapat fakta adanya pengakuan di sidang Mahkamah Konstitusi bahwa uang tersebut ditunda sebelum dicairkan sebab adanya PSU. Dapat disimpulkan dalam perbuatan a quo, sudah terdapat mens rea pada diri yang bersangkutan,” ujarnya.
Selain itu, Abdul Chair juga menilai bahwa tindakan menjanjikan sejumlah uang tersebut bertentangan dengan semangat dan substansi dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan PSU. Menurutnya, perbuatan tersebut tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga menunjukkan adanya niat tidak baik (itikad buruk) dari pihak petahana dalam menyikapi proses demokrasi yang sedang berjalan.
“Ketiga, perihal menjanjikan tersebut sangat terkait dengan perbuatan melawan hukum, bukan saja dalam hal perbuatan pidana, namun juga bertentangan dengan maksud putusan Mahkamah Konstitusi untuk dilakukannya PSU. Petahana yang memiliki posisi dominan tersebut telah nyata melakukan perbuatan berlanjut dengan melawan hukum yang didalamnya terdapat itikad tidak baik dalam hal pemberian janji dan itu berhubungan dengan sifat melawan hukum formil. Delik quo adalah delik formil, sepanjang perbuatan telah sesuai dengan rumusan norma-norma sebagaimana dimaksudkan, maka pelaku dapat dipidana tanpa harus adanya akibat yang timbul (in casu terpengaruhnya Pemilih),” jelasnya.
Dalam pandangannya, Abdul Chair juga mendorong agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah hukum untuk mendalami dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang berlandaskan pada asas kepastian dan keadilan.
“Keempat, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh aparat penegak hukum terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang a quo. Penegakan hukum harus mendasarkan pada asas kepastian hukum dan keadilan sebagaimana aksiologi hukum yang dianut UUD 1945,” ungkapnya.
Berdasarkan seluruh uraian tersebut, ia pun menyimpulkan bahwa sudah sepantasnya Pasangan Calon Nomor Urut 1 didiskualifikasi dari keikutsertaan dalam Pilkada Banggai.
“Kelima, berdasarkan uraian di atas, maka sudah selayaknya terhadap Paslon Nomor Urut 1 (in casu Ir. H. Amiruddin M.M. – Drs. Furqanuddin Masulili, M.M.) harus didiskualifikasi sebagai peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banggai oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian untuk pelaksanaan PSU di seluruh TPS Kabupaten Banggai hanya diikuti oleh Paslon Nomor Urut 2 atas nama Dr. Ir. H. Herwin Yatim, M.M., dan Hepy Yeremia Manapo dan Pasangan Calon Nomor Urut 3 atas nama Hj. Sulianti Murad, S.H., M.M., dan Samsul Bahri Mang, S.H., M.M,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam sidang Mahkamah Konstitusi yang digelar sehari sebelumnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra turut mempertanyakan keabsahan sumbangan dana sebesar Rp100 juta yang diumumkan di Masjid Nurul Huda. Sumbangan tersebut diduga berasal dari Paslon Nomor Urut 1, yakni Amiruddin dan Furqanuddin Masulili, dan diumumkan di hadapan ratusan jemaah meski PSU belum dilaksanakan.
Dalam sidang yang menghadirkan jawaban dari pihak termohon, terkait, dan Bawaslu, kuasa hukum Amiruddin-Furqanuddin, Damang, memberikan klarifikasi bahwa dana tersebut bukan berasal dari kliennya secara pribadi, melainkan dari Kesra Kabupaten Banggai berdasarkan pengajuan proposal dari panitia masjid.
“Penyampaian oleh takmir masjid itu keliru karena itu merupakan hasil dari pengajuan permohonan proposal dari panitia masjid ke Kesra,” jelas Damang di hadapan majelis hakim, Selasa (29/4/2025).
Damang juga menambahkan bahwa hingga saat ini dana tersebut belum dicairkan karena menunggu penyelesaian proses PSU.
“Tetapi sampai saat ini dana itu belum dikeluarkan mengingat masih pelaksanaan PSU, jadi nggak pernah dikeluarkan dana itu ke masjid tersebut Yang Mulia,” tuturnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain