Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir (AKH) mengenakan baju tahanan saat dikawal petugas setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/1) dini hari. Abdul Khoir bersama tiga orang lainnya yang ditangkap oleh petugas KPK karena diduga menerima suap terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu resmi menjadi tahanan lembaga antirasywah dan ditahan di Rutan KPK. ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/16.

Jakarta, Aktual.com — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan percakapan antara mantan Ketua Kelompok dari fraksi PKB Komisi V, Mohamad Toha dan anggota Komisi V dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti terkait dana aspirasi.

Jaksa menunjukkan potongan percakapan dalam blackberry messenger tertanggal 30 November 2015, yang berasal dari telepon pintar Damayanti dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (25/4).

Mohamad Toha: Bagaimana menurutmu tentang Musa?

Damayanti: menurut mas?

Toha: Di atas bajing..an Menurutmu? Musa yang dimaksud adalah Musa Zainuddin yang menggantikan Toha sebagai Kapoksi PKB.

“Kenapa marah ke Musa?” tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir kepada Toha, yang menjadi saksi untuk Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.

“Karena diganti sebagai Kapoksi tapi tidak tahu dengan cara-cara apa diganti,” jawab Toha sebagai saksi.

“Apa untung jadi Kapoksi? Kata Damayanti jatahnya (proyek dana aspirasi) lebih besar sampai Rp100 miliar benar?” tanya jaksa Basir.

“Tidak sampai di situ,” jawab Toha.

“Marah karena diganti Kapoksi?” tanya jaksa Basir.

“Iya,” jawab Toha.

“Apa Kapoksi mempengaruhi usulan-usulan?” tanya jaksa.

“Pengakuan saja bahwa Kapoksi mengkoordinir anggota-anggotanya,” jawab Toha.

Dalam dakwaan Abdul Khoir disebutkan bahwa Abdul Khoir pernah bertemu Musa Zainuddin dan Mohamad Toha pada September 2015, pada pertemuan itu Mohamad Toha mengalihkan program asprirasi senilai sekitar Rp250 miliar kepada Musa Zainuddin.

Dari jumlah tersebut, Musa akan memberikan proyek program aspirasinya senilai Rp104,76 miliar kepada Abdul Khoir dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa Sok Kok Seng dengan imbalan ‘fee’ sebesar 8 persen atau Rp7 miliar.

Namun terhadap pertemuan itu, Toha membantahnya. “Seingat saya tidak pernah. Tidak ada program aspirasi, yang disampaikan usulan program daerah pemilihan, tidak ada nomenklatur program aspirasi.”

Meski Toha pernah mengakui mengikuti kunjungan kerja ke Maluku Utara pada Agustus 2015, namun dia membantah pernah menerima uang dari pengusaha maupun anggota dewan lainnya.

“Tidak pernah (terima). Memang dari kunjungan kerja ada usulan-usulan ke eksekutif tapi tidak ada tindak lanjut.”

Namun Abdul Khoir membantah keterangan Toha tersebut. “Dia (Toha) yang memperkenalkan dengan Musa waktu pergantian Kapoksi dan di sini menyatkan masalah aspirasi dilanjutkan pak Musa,” kata Abdul Khoir.

Toha masih membantah hal itu. “Saya tidak pernah memperkenalkan.”

Abdul Khoir yang didakwa memberikan uang sejumlah total Rp21,28 miliar dan 1,674 juta dolar Singapura dan 72.727 dolar AS kepada pejabat Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat dan anggota DPR.

Rinciannya adalah kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura, kepada Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar, Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu