Jakarta, aktual.com – Energy Security Studies (ESS) menyesalkan atas kasus Flow Meter yang menyeret Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menjadi tergugat.
Menurut Direktur ESS, Dadangsah, mencuatnya sengketa dari proyek pemasangan Flow Meter ini mengindikasikan lembaga SKK Migas masih belum bisa berbenah untuk bekerja secara bersih.
Tentunya tegas Dadang, sebelum melakukan lelang, SKK Migas telah melakukan ujicoba untuk memastikan teknologi Flow Meter yang akan digunakan memiliki kualitas yang baik. Namun realisasinya proyek tersebut tidak sesuai yang diharapkan.
“Kita sadari alat untuk mengukur produksi migas secara real time ini sangat penting untuk meminimalisir tindakan nakal dari kontraktor. Yang menjadi masalah, ternyata alat ini tidak bekerja sesuai yang diharapkan. Artinya, ada yang tidak clear pada proses pengadaan,” kata Dadang di Jakarta, (Rabu 10/4).
Dadang berharap ada pembenahan pada lembaga penyelenggara hulu migas agar tercipta budaya integritas dan profesionalitas, yang pada akhirnya mampu meyakinkan investor untuk pengembangan industri migas di tanah air.
“Lembaga penyelenggara hulu migas harus bersih dan profesional, kalau tidak, maka sektor hulu migas Indonesia penuh ketidakpastian dan merugikan kepentingan nasional,” pungkasnya.
Sebagaimana telah dikatakan, tujuan pemasangan flow meter tersebut untuk akuntabilitas dan transparansi pada pengawasan jumlah produksi minyak bumi secara real time.
Selama ini penghitungan dilakukan dengan cara manual yakni minyak yang keluar dari lapangan dan disimpan di tangki-tangki tidak diukur. Angka produksi minyak diperoleh pemerintah hanya berdasarkan laporan dari Kontraktor yang mengelola lapangan.
Pemerintah dan SKK Migas hanya mengukur lifting, yaitu minyak yang dialirkan dari tangki menuju kapal untuk diangkut.
Adapun angka lifting minyak bumi tahun 2018 sejumlah 778 MBOPD, sedangkan untuk gas sejumlah 1139 MBOPD
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin