Jakarta, Aktual.com — Australia akan mempunyai perdana menteri kelima dalam delapan tahun terakhir ini setelah Partai Liberal yang berkuasa pada Senin (14/9) menyingkirkan Tony Abbott dan memilih saingan lama Abbott, Malcolm Turnbull, sebagai perdana menteri baru.
Turnbull, multijutawan yang juga bekas pengusaha teknologi, memenangi pemungutan suara rahasia partai tersebut dan mengumpulkan suara dukungan 54 berbanding 44, kata ketua penggerak Partai Liberal Scott Buchholz kepada para wartawan setelah berlangsungnya pertemuan di Canberra.
Menteri Luar Negeri Julie Bishop terpilih sebagai wakil pemimpin partai yang, bersama dengan mitra koalisi junior Partai Nasional, menang telak pada pemilihan 2013.
“Pada akhirnya, perdana menteri (Abbott, red) tidak mampu menjalankan kepemimpinan perekonomian yang dibutuhkan bangsa kita,” kata Turnbull kepada para wartawan di gedung parlemen sebelum pemungutan suara dilaksanakan.
“Kita memerlukan gaya kepempimpinan yang berbeda.” Abbott sebelumnya bertekad akan berjuang menghadapi tantangan namun pada akhirnya tidak berhasil menangani “destabilisasi” yang dikatakannya telah terjadi di dalam partai selama berbulan-bulan.
Dengan muka dingin, Abbott keluar dari ruangan partai setelah pemungutan suara selesai. Ia tidak berbicara kepada para wartawan.
Abbott sendiri menyingkirkan Turnbull sebagai ketua Partai Liberal pada 2009 kendati Turnbull secara konsisten dilihat sebagai sosok yang lebih disukai untuk menduduki jabatan perdana menteri.
Namun, dukungan Turnbull terhadap skema perdagangan karbon, pernikahan sesama jenis serta pembentukan republik Australia membuatnya –bersama partai sayap kanannya– menjadi kurang populer.
Tantangan datang ketika perekomian Australia sebesar 1,5 triliun dolar AS bergelut menghadapi berakhirnya gelegar pertambangan –yang berlangsung sekali dalam satu abad– dan hanya beberapa hari sebelum diselenggarakannya pemilihan mendadak di negara bagian Western Australia, yang dilihat sebagai ujian terhadap kepemimpinan Abbott.
Abbott terus menantang opini populer, baik di dalam maupun di luar partainya, kendati ia berjanji akan lebih mengedepankan konsultasi, menghadang posisinya sebagai perdana menteri untuk mendukung pernikahan sesama jenis serta mengumumkan target penurunan emisi, yang dianggap tidak cukup oleh kelompok-kelompok pencinta lingkungan.
Ia, pekan lalu, setuju untuk menerima 12.000 pengungsi Suriah tapi kabar itu tertutup desas-desus soal perombakan kabinet dan komentar yang tidak peka menyangkut perubahan iklim, yang terdengar melalui mikrofon dalam sebuah pertemuan, oleh Menteri Keimigrasian Peter Dutton.
Perubahan kepemimpinan itu merupakan tanda terbaru ketidakstabilan politik Australia, yang dalam beberapa tahun terakhir ini kacau karena persekongkolan diam-diam serta kudeta partai yang mengguncang publik dan kepercayaan kalangan bisnis terhadap pemerintah.
Mantan perdana menteri Kevin Rudd, yang terpilih dengan mandat kuat pada 2007, digulingkan oleh wakilnya, Julia Gillard, pada 2010. Julia kemudian balik digulingkan oleh Rudd menjelang pemilihan, yang kemudian dimenangi oleh Abbott pada 2013.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan