Jakarta, Aktual.co —Rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menaikkan nominal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) demi untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta menuai komentar.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mohammad Sanusi menilai pilihan menaikkan PBB di Jakarta harusnya merupakan opsi terakhir untuk meningkatkan PAD. 
Ketimbang menaikkan PBB, menurutnya yang harus diperioritaskan Pemprov DKI justru dengan menaikkan pajak-pajak yang terlihat jelas bisa didapat dari para pengusaha – pengusaha besar.
“Harusnya uber dulu pajak hotel dan restoran yang sekarang masih bocor. Yang harus diuber adalah dari pengusaha-pengusaha seperti yang jelas terlihat seperti dari pajak hotel dan restoran yang dibuat online. Bayangin aja hotel berapa, restoran berapa, tempat hiburan malam. Nah itu yang harus diuber,” kata mantan Ketua Fraksi Gerindra itu di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (20/10).
Demi memenuhi keadilan dalam menaikan harga pajak, menurutnya Dinas Pendapatan Daerah harusnya bekerjasama dengan Dinas Tata Ruang.
Sehingga ada keadilan dalam pemberlakuan PBB yang baru. Misal antara pajak untuk rumah tinggal dan untuk rumah yang digunakan untuk komersil.
“Misal rumah si A peruntukannya untuk rumah tinggal, yang satu untuk komersil maka itu pajaknya tidak boleh sama. Walaupun dalam satu jalan yang sama. Dispemda tidak tau tentang itu, yang tau hanya dinas tata ruang. Tapi kenapa PBB nya sama dengan orang yang bangun ruko. Jangan dipukul rata dong. Wajar kalau masyarakat banyak yang marah,” ujarnya. 
Sebelumnya kecaman akan rencana Pemprov DKI menaikkan angka PBB juga dilontarkan peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi.
Menurutnya, rencana tersebut menunjukkan Pemprov DKI yang saat ini dipimpin Pelaksana Tugas Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih berpihak pada para pemilik modal, ketimbang rakyat kecil di Ibukota. 
Karena dengan rencana itu secara tidak langsung merupakan upaya untuk mengusir warga Jakarta dari tempat tinggal mereka saja. 
“Nantinya, apabila suatu wilayah yang tidak sanggup bayar PBB yang telah ditentukan, maka satu daerah itu akan dibeli oleh pemilik modal untuk pembangunan properti,” ungkap Uchok, saat dihubungi Minggu (19/10) kemarin.
Lebih jauh bahkan Uchok menilai kebijakan yang dilakukan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menaikkan PBB sebesar 120-240 persen dari nominal yang sekarang, merupakan bentuk penjajahan baru bagi bangsa Indonesia.
Atau dengan kata lain, ujarnya, maka warga yang tidak mampu membayar pajak dengan jumlah yang mencekik itu, maka harus enyah dari Jakarta.
“Kenaikan Pajak baru PBB ini betul-betul tidak humanis, dan penguasa baru Jakarta ini, bak seorang penjajah baru yang ingin mengusir warga dari tempat tinggalnya. Jangan tinggal lagi di Jakarta, kalau tidak punya duit atau bayar pajak kepada Pemerintah Ahok,” tandasnya.
Dari hitung-hitungan yang diakuinya sudah dilakukannya, apabila rencana menaikkan PBB itu terealisasikan Pemprov DKI maka secara otomatis DKI akan mendapat tambahan dana sekitar Rp 76,9 triliun untuk Rencana Anggaran dan Belanja Daerah (RAPBD) pada 2015 nanti.

Artikel ini ditulis oleh: