Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) meminta Kementerian Keuangan mengeluarkan fatwa terkait restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi perusahaan tambang yang berlisensi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi III.

Direktur Eksekutif APBI, Supriatna Suhala mengatakan, masih ditemukan pengenaan PPN atas PKP2B generasi III secara tidak konsisten. Beberapa sampek Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pajak yang diterbitkan oleh fungsional pemeriksa pajak menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak memperlakukan batu bara sebagai penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN.

“Sementara, pada beberapa sempet LHP pajak lainnya, pemeriksa pajak memperlakukan batubara sebagai penyerahan non BKP sehingga tidak terutang. Oleh sebab itu, sebaiknya Menteri Keuangan mengeluarkan fatwa, apakah ini bisa restitusi atau tidak,” ujar Supriatna dalam diskusi di Jakarta, Rabu (23/11).

Dikatakannya, berdasarkan SPT diketahui bahwa dari sebanyak 53 WP PKP2B generasi III, terdapat 19 WP yang menganggap batubara adalah BKP sehingga atas penyerahannya terhutang PPN, sebanyak 7 WP menganggap batubara adalah non BKP sehingga atas penyerahannya tidak terhutang PPN. Sedangkan sisanya atau sebanyak 27 WP tidak diketahui pendapatnya.

Menurutnya, perbedaan perlakuan PPN atas penyerahan batubara produksi WP PKP2B generasi III ini memberikan konsekuensi yang harus ditanggung oleh negara, pertama jika batubara dianggap sebagai BKP maka pajak masukan (PM) dapat diperhitungkan dengan pajak keluaran (PK).

“Hal ini berarti BKP yang melakukan penyerahan atas BKP berhak untuk mengkreditkan pajak masukan yang berhubungan dengan penyerahan BKP atau yang memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha,” tuturnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata dia, sebagian besar penyerahan batubara (70%) ditujukan untuk penjualan keluar negeri atau ekspor.

“Sehingga pajak masukan lebih besar dari pada pajak keluaran yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi),” terangnya.

Kedua, lanjut Supriatna, jika batubara dianggap sebagai non BKP, maka tidak terdapat pajak keluaran atas penyerahannya dan tidak ada perhitungan pajak masukan yang berhubungan langsung dengan penyerahan tersebut tidak dapat di kreditkan.

“Akibatnya tidak ada perhitungan pajak masukan – pajak keluaran sehingga negara tidak harus membayar restitusi PPN dan melakukan kompensasi PPN,” ungkapnya.

Berdasarkan ketentuan dan data, kata dia, dapat disimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak masih tidak konsisten terkait perlakuan PPN atas PKP2B generasi III.

“Ada kondisi dimana DJP berpendapat bahwa penyerahan batubara PKP2B generasi III terutang PPN, tetapi ada juga kondisi dimana DJP berpendapat bahwa penyerahan batubara PKP2B generasi III tidak terutang PPN,” pungkasnya

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan