Jakarta, Aktual.com — Pemerintah kembali memberikan izin impor untuk gula mentah atau raw sugar kepada kalangan industri, terutama industri makanan dan minuman sebanyak 2,6 juta ton. Izin impor raw sugar itu diberikan hingga Oktober 2016.

Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, perin Panggah Susanto, kuota impor itu masih rendah jika dibandingkan tahun lalu sebanyak 3,10 juta. Sehingga dengan relatifnya sedikitnya izin itu, pemerintah berharap jatah impor itu dapat terrealisasi.

“Dengan kuota yang diberikan itu pun agar pemerintah dapat mengontrol izin impor yang diberikan tersebut,” papar Susanto seusai acara di Balai Kartini, Jakarta, Senin (23/5).

Sebagai informasi, saat ini Indonesia belum bisa memproduksi raw sugar. Raw sugar sendiri merupakan bahan mentah untuk membuat gula rafinasi atau gula kristal putih. Gula rafinasi ini digunakan untuk kebutuhan industri karena mutu gula rafinasi lebih tinggi (dengan ICUMSA di bawah 300) dibanding gula mentah (dengan ICUMSA di atas 1.500).

Meski begitu, jika impor tersebut dirasa masih kurang, maka pemerintah akan kembali memberikan izin impor raw sugar tambahan untuk kebutuhan industri.

“Makanya, untuk periode November-Desember 2016, kami belum berikan izinnya. Kami berikan berdasar kebutuhan,” lanjut dia.

Prediksi pemerintah sendiri, untuk impor raw sugar sekitar 3,2 juta ton. Dan pihaknya, tengah menghitung jumlah produksi gula rafinasi dalam negeri. Akan tetapi, jika produksinya meningkat, maka pemerintah akan mengurangi izin impor raw sugar dan gula rafinasi.

“Kami pertimbangkan proguksi gula (rafinasi) yang di Lamongan dan Lampung. Kami lihat nanti, berapa produksinya, kami juga belum tahu,” tandas dia.

Realisasi impor raw sugar pada 2015, kata dia, hanya sebanyak 2,64 juta ton, sementara izin yang diberikan sebanyak 3,10 juta ton. Atas dasar itulah pemerintah menetapkan impor berdasarkan kebutuhan, meski ada beberapa bulan yang disediakan apabila realisasi impor melebihi jumlah kuota yang diberikan.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka