Surabaya, Aktual.com – Dilema, di satu sisi Presiden Joko Widodo setuju gaji DPRD naik untuk tahun 2017, namun pemerintah pusat juga memangkas anggaran daerah, termasuk penundaan DAK dan DAU. Di Jawa Timur, kondisi itu membuat pemerintah daerah kelimpungan mengatur anggaran.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo pun mengaku belum bisa menentukan anggaran untuk tahun depan. Alasannya, Pemprov Jatim masih tahap melakukan rasionalisasi anggaran terkait rencana pemerintah menaikkan gaji DPRD.

“Kita masih hitung-hitung lebih dulu, belum ada kepastian. Gaji PNS pasca pemangkasan kemarin saja belum kita tentukan, apalagi soal gaji DPRD. Ini susah sekali ngaturnya,” kata Soekarwo, di Surabaya, Sabtu (10/9).

Serupa, Bupati Sidoarjo Syaifullah pun mengeluhkan hal yang sama. Dia mengaku tidak akan menyanggupi jika gaji dewan naik. Alasannya pun sama, kesulitan pasca pemangkasan anggaran dari pemerintah pusat.

“Berat itu. Anggaran kita dipangkas Rp 170 miliar. Gaji dewan minta naik juga. Seharusnya sebelum naik, harus dikaji dulu, daerah sanggup nggak. Kalau nggak sanggup, masak dipaksakan,” keluh dia.

Meski dia mengaku penyerapan anggaran tidak maksimal yang jadi penyebab adanya pemangkasan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari pusat. “Saya sudah tanya SKPD, kenapa serapan anggaran nggak dimanfatkan. Alasannya takut dipanggil jaksa. Lah kalau takut, ya nggak usah mengajukan anggaran,” ujar Syaifulah.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil ketua DPRD Jatim Ahmad Iskandar sebagai pihak yang diuntungkan dengan keputusan kenaikan gaji pun tenang-tenang saja.

Diplomatis, dia hanya mengatakan wajar saja kenaikan gaji anggota dewan menuai kontroversi di tengah pemangkasan anggaran yang gencar dilakukan pemerintah. Sembari dia mengatakan akan patuh pada keputusan pemerintah dan bekerja semaksimal mungkin.

Sedangkan Ahmad Iskandar ikut menimpali, dengan mengatakan pemerintah pasti sudah lakukan kajian sebelum memutuskan menyetujui kenaikan gaji DPRD. “Nggak mungkin asal menyetujui. Pastilah itu sudah dikaji sebelumnya,” ucap dia. (A. H. Budiawan)

Artikel ini ditulis oleh: