Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin (dua dari kanan) saat berbicara di Konferensi Pembaruan Pemikiran Islam, Mesir. (ANTARA/istimewa)
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin (dua dari kanan) saat berbicara di Konferensi Pembaruan Pemikiran Islam, Mesir. (ANTARA/istimewa)

Jakarta, aktual.com – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin yang berbicara di Konferensi Pembaruan Pemikiran Islam di Mesir, menyampaikan peran pembaharuan ormas-ormas Islam di Indonesia.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (28/1), Din mengatakan peran ormas sangat nyata sebagaimana pada perumusan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan yang menghasilkan dasar negara Pancasila dan konstitusi negara UUD 1945.

“Keduanya mengandung dan merupakan kristalisasi nilai-nilai Islam,” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut.

Adapun soal dua unsur yang menjadi kristalisasi Islam itu sempat diapresiasi Syaikh Al Azhar Prof Ahmad Thoyib pada Pembukaan Pertemuan Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim di Bogor tentang Wasatiyyat Islam di Bogor pada Mei 2018.

Menurut Syaikh Al Azhar yang menjadi pembicara kunci waktu itu bahwa Pancasila bersifat Islami karena mengandung nilai-nilai Islam.

Tentang keislaman Pancasila dan UUD 1945, Din Syamsuddin lebih lanjut menjelaskan bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, persaudaraan/persatuan, permusyawaratan dan keadilan merupakan nilai-nilai Islam utama.

Begitu pula, kata dia, arsitektur ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia merupakan manifestasi pemikiran politik dalam paradigma Sunni baik Pancasila maupun UUD 1945.

Ia mengatakan Pancasila dan UUD 1945 juga menampilkan prinsip Islam jalan tengah. Sebagai contoh, prinsip perekonomian konstitusional dalam Pasal 33 UUD 1945 merupakan moderat karena tidak condong kepada kapitalisme dan juga sosialisme.

“Prinsip tersebut menekankan kegotongroyongan dan kekeluargaan, dua ajaran Islam yang sentral,” katanya.

Din mengatakan terdapat dua ormas besar di Indonesia yang turut menjaga keutuhan Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Dua ormas tersebut berperan dalam harmonisasi negara dan Islam.

“Rancang bangun negara kebangsaan Indonesia merupakan ijtihad politik para pendiri bangsa yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh Islam,” katanya.

Pembaruan pemikiran Islam, kata Din, perlu bersifat kontekstual dan mempertimbangkan latar sosio-historis dan dan sosial budaya umat Islam.

Khusus konteks Indonesia, Din mengatakan satu pertimbangan penting yaitu faktor kemajemukan bangsa. Hubungan agama dan negara di Indonesia bersifat simbiotis-mutualistis atau saling memerlukan.

“Maka seyogyanya tidak terdapat ketegangan antara negara dan Islam atau umat Islam. Harmoni hubungan akan tetap terpelihara jika semua pihak mengamalkan Pancasila secara konsekuen dan konsisten,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto