koalisi prabowo
koalisi prabowo

Jakarta, Aktual.com – Dukungan yang semakin kuat terhadap Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden (capres) dalam Pemilihan Presiden 2024 semakin menguat dengan bergabungnya Golkar dan PAN ke dalam koalisi bersama Gerindra dan PKB. Keempat partai ini secara resmi menandatangani kerja sama politik di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, pada Minggu (13/8).

Koalisi pendukung Prabowo menjadi sebuah koalisi besar jika melihat dukungan partai-partai di parlemen. Saat ini, Prabowo mendapatkan dukungan dari empat partai parlemen, diikuti oleh calon presiden Anies Baswedan yang didukung oleh tiga partai parlemen, dan calon presiden Ganjar Pranowo dengan dua dukungan partai parlemen.

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, membantah bahwa terbentuknya koalisi besar pendukung Prabowo adalah hasil arahan dari Presiden Joko Widodo. “Apakah sudah ada persetujuan dari Pak Jokowi? Dari presiden tidak ada arahan. Jadi ini adalah keputusan kita bersama, tanpa arahan dari Pak Jokowi,” kata Zulkifli Hasan dalam jumpa pers di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta.

Bantahan mengenai peran Jokowi juga diutarakan oleh Prabowo. Pada hari ini, Senin (14/8), Jokowi sendiri dengan tegas membantah klaim tersebut.

Jokowi menegaskan bahwa ia bukanlah pimpinan partai politik. Menurutnya, urusan pemilihan presiden adalah kewenangan para pemimpin partai politik. “Tidak, tidak. Itu adalah urusan mereka. Urusan koalisi, urusan kerja sama. Saya bukan ketua partai, saya adalah presiden,” ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta.

Namun, Analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, bantahan-bantahan mengenai peran Jokowi dalam pembentukan koalisi besar tidak mencerminkan kemungkinan adanya manuver di belakang layar.

Arifki berpendapat bahwa Jokowi mungkin saja melakukan orkestrasi di belakang panggung. Dia mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi mungkin tidak akan secara langsung mengarahkan ke mana arah calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2024. Hal ini terutama jika pasangan tersebut berbeda dengan arahan PDIP, partai yang mendukung Jokowi.

Dalam konteks ini, Arifki menekankan bahwa etika dan hubungan dengan PDIP bisa menjadi pertimbangan penting bagi Jokowi. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa ada dinamika yang terjadi di balik layar.

Keterkaitan koalisi besar Prabowo dengan Jokowi memang sulit untuk diabaikan. Koalisi besar ini sebenarnya telah diwacanakan jauh sebelum deklarasi dari PAN dan Golkar.

Embrio dari koalisi ini mulai terbentuk sejak April 2023, ketika Presiden Jokowi bertemu dengan lima Ketua Umum partai, yaitu Prabowo, Zulkifli Hasan, Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Pada saat itu, Prabowo menyatakan bahwa antara Koalisi Indonesia Raya (KIR) yang beranggotakan Gerindra-PKB dan Koalisi Indonesia Bangkit (KIB) yang berisi PAN-Golkar-PPP memiliki frekuensi yang sejalan. Selain itu, menurut Prabowo, koalisi besar juga sejalan dengan pandangan Jokowi.

“Sekarang kita sudah masuk ke dalam timnya Pak Jokowi. Betul kan?” ujar Prabowo di hadapan para ketua umum partai.

Presiden Jokowi sendiri menyatakan bahwa koalisi besar antara KIB, Gerindra, dan PKB adalah sebuah pilihan yang cocok. Namun, ia membiarkan keputusan tersebut kembali kepada para ketua umum partai.

“Saya hanya mengatakan bahwa ini adalah pilihan yang cocok. Keputusan tetap ada pada para ketua partai atau gabungan para ketua partai. Untuk kebaikan negara, kebaikan bangsa, dan rakyat, hal-hal yang terkait dapat dibahas melalui musyawarah, dan ini akan lebih baik,” tandasnya.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), Agung Baskoro, berpendapat bahwa terdapat hubungan intim antara partai-partai pendukung Prabowo dengan Presiden Jokowi. Hal ini juga disebabkan oleh fakta bahwa para ketua umum partai juga memiliki peran sebagai pembantu Jokowi.

Menurut Agung, hubungan ini mungkin melebihi kerjasama di tingkat kementerian. Isu-isu strategis dan politik, termasuk pemilihan presiden, kemungkinan juga telah dibahas dalam konteks ini.

“Ketika melihat ini, sulit untuk tidak menghubungkan antara bergabungnya Golkar dan PAN tanpa adanya dukungan politik dari istana. Terlebih lagi, sekarang kita tahu bahwa Presiden Jokowi memberikan dukungan politik tidak hanya kepada Ganjar, tetapi juga kepada Prabowo,” tegas Agung dalam pernyataannya pada Minggu (13/8).

Menurutnya, peran Jokowi sebagai pengatur permainan politik dalam koalisi besar dapat memperkuat koalisi tersebut dan juga membuka peluang sebagai penengah dalam pemilihan calon wakil presiden.

Agung juga mengemukakan bahwa terdapat kemungkinan terjadi kebuntuan politik jika para ketua umum dalam koalisi ini bersaing untuk kekuasaan, terutama dalam hal pemilihan calon wakil presiden.

Dalam situasi seperti ini, diperlukan solusi tengah atau figur baru yang memiliki penerimaan dan

Artikel ini ditulis oleh:

Ilyus Alfarizi